JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Pertanian ( Mentan), Syahrul Yasin Limpo, akhirnya buka suara menanggapi polemik melonjaknya harga kedelai impor.
Beberapa hari terakhir, para perajin tahu dan tempe melakukan aksi mogok nasional menuntut pemerintah menyelesaikan permasalahan melambungnya harga kedelai impor.
Data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai impor melonjak dari kisaran Rp 6.000 per kg menjadi sekitar Rp 9.500 per kg.
Syahrul memastikan akan mendorong ketersediaan kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan nasional. Sehingga, polemik mahalnya harga kedelai bisa segera diatasi.
Baca juga: Mentan Buka-bukaan Soal Alasan Sulitnya Swasembada Kedelai
“Saya akan sikapi di lapangan. Saya tidak mau janji dulu karena saya lagi kerja. Insya Allah dari agenda yang sudah kami siapkan mudah-mudahan bisa menjadi jawaban. Tentu saja tidak akan semudah membalikkan telapak tangan,” kata Syahrul di Jakarta, Senin (4/1/2021).
Menurut dia, upaya menggenjot produksi kedelai lokal akan dilakukan dalam dua kali musim tanam hingga panen atau 200 hari. Namun ia tak bisa memastikan apakah peningkatan produksi kedelai lokal cukup untuk meredam kenaikan harga kedelai impor.
“Butuh 100 hari minimal kalau pertanaman. Maka, dua kali 100 hari bisa kita sikapi secara bertahap, sambil ada agenda seperti apa mempersiapkan ketersediaannya (kedelai),” ujar menteri dari Partai Nasdem ini.
Peningkatan produksi kedelai diakui memang tidak mudah untuk dilakukan, mengingat kedelai masih diposisikan sebagai tanaman penyelang atau selingan bagi tanaman utama seperti padi, jagung, tebu, tembakau, dan bawang merah.
Baca juga: Janji Jokowi Bawa RI Swasembada Kedelai dalam 3 Tahun dan Realisasinya
Syahrul menjelaskan pemenuhan kedelai secara mandiri diperlukan mengingat kebutuhan kedelai sebagai bahan baku untuk produksi tempe dan tahu setiap tahunnya semakin bertambah.
Pemerintah, kata dia, terus berupaya menekan impor kedelai yang hingga saat ini masih tinggi.