Site icon mediatokotani.com

Program Peremajaan Lahan Sawit Masih Jauh dari Target

Jakarta, CNBC Indonesia – Realisasi program peremajaan perkebunan kelapa sawit (PSR) masih minim. Peremajaan masih di bawah target tahunan sebesar 180 ribu hektare, sedangkan 2019 lalu hanya 91.000 hektare.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, menjelaskan luas kebun sawit saat ini 6,72 juta hektare, dengan potensi 2,78 juta hektare untuk peremajaan. Program ini sudah dijalankan dari 2017 – 2022 mendatang dengan target yang direvisi.

“Bicara target di 2017 hanya 20.780 hektare, lalu ada peningkatan 185 ribu hektare 2018, 2020-2022 targetnya 500 ribu hektare, jadi sisanya di tahun 2020 – 2022 nanti kita ditarget 180 ribu hektare per tahun untuk peremajaan sawit rakyat,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI, Rabu (20/1/2021).

Nyatanya, realisasi program PSR dari 2017-2020 baru 228.800 hektare. Kasdi menjelaskan bicara tren ada peningkatan 2017-2018 hanya 13.000 hektare, di 2019 ada tren peningkatan menjadi 91.000 hektare. Tapi Peningkatan ini juga belum mencapai angka target per tahun di 180 ribu hektare.

Rendahnya realisasi program ini dari aspek perencanaan yang memakan waktu dimana petani dan pemerintah daerah harus melengkapi persyaratan. Terkait dengan percepatan Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Sawit beserta Kementerian Pertanian mengaku sudah melakukan beberapa terobosan.

Pertama, pengurangan syarat yang harus dipenuhi dari 14 syarat menjadi 8 syarat 2020 kemarin pangkas lagi menjadi dua syarat yaitu kelembagaan pekebun dan legalitas lahan.

Kedua, proses verifikasi yang dilakukan dari tiga kali di tingkat kabupaten, provinsi dan pusat jadi hanya satu kali. Sehingga tercipta peningkatan tren realisasi dari rekomendasi teknis maupun transfer dana ke rekening kelompok atau koperasi yang mengusulkan.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Andin Hadiyanto mengatakan, jajarannya akan pastikan BPDP-PKS memiliki anggaran untuk 180 ribu hektare di tahun ini.

Direktur Utama Badan Pengelola Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menjelaskan Lembaga yang dikelola untuk menghimpun dana yang berasal dari pungutan tarif ekspor, penyaluran dana untuk sektor hulu sawit, serta pengembangan sumber daya manusia, prasarana dan sarana produksi serta kemitraan.

Kendala Modal di Petani

Ketua Komisi IV DPR RI, Sudin menilai masyarakat petani masih mengalami kendala permodalan untuk peremajaan lahan sawitnya. Dana peremajaan sawit yang saat ini Rp 25-30 juta per hektare masih kurang dari kebutuhan untuk membangun lahan baru sawit.

“Rp 25-30 juta per hektare itu tidak cukup, hanya cukup untuk pembiayaan di tahun awal. Kalau bicara replanting kelapa sawit Rp 50-60 juta kebutuhannya. Membantu iya, tapi untuk jadi kebun lagi tidak mungkin,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI, Rabu (20/1/2021).

Saat ini harus dicari solusi terbaik supaya dana kegiatan P0 sampai P3 dapat sesuai dengan kebutuhan petani. Definisi P0 sampai P3 merujuk kegiatan setelah penanaman sampai tanaman menghasilkan atau (panen).

Sudin mengakui tidak bisa terlalu memanjakan petani dengan pemberian uang yang besar. Salah satu caranya dengan kredit usaha rakyat untuk menutup kekurangan, atau pemerian voucher pupuk kepada pekebun yang terdaftar.

“Pengembangan SDM saat ini juga tidak ada, ini pekebun butuh edukasi dari BPDPKS dan Dirjen perkebunan. Nanti uangnya tidak dipakai untuk Kelola kebun sawitnya, bisa dipakai buat yang lain,” katanya.

Sudin juga mengkritisi produksi tandan buah segar dari petani rakyat yang hanya di bawah 10 ton per tahun.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono mengakui bicara biaya Rp 35 juta memang kurang untuk replanting kelapa sawit yang bisa memakan biaya Rp 50-60 juta.

“Terkait biaya Rp 30 juta menjadi masukan baik. Itu memang tidak cukup satu hektar sekitar Rp 60 juta. Pembiayaan baru diberikan untuk P0 saja. P1 sampai TM2 tidak ada dana dari BPDPKS. Salah satu solusinya ada kredit usaha rakyat (KUR),” katanya.

Sementara untuk masa tunggu panen pekebun, Kasdi menjelaskan sudah ada rencana memberikan peluang penghasilan alternatif yakni integrasi tanaman pangan atau semusim.

Exit mobile version