TABLOIDSINARTANI.COM, Jakarta — Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen segera meningkatkan produksi kedelai dalam negeri agar dapat dipenuhi secara mandiri. Pasalnya, kebutuhan kedelai setiap tahunya makin bertambah dan pemerintah terus berupaya menekan impor kedelai yang hingga saat ini masih tinggi.
Diakui Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), importasi kedelai yang masih tinggi dan terus tinggi menyebabkan pengembangan kedelai oleh petani sulit dilakukan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor kedelai Indonesia sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai 510,2 juta dollar AS atau sekitar Rp 7,52 triliun (kurs Rp 14.700).
“Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Tapi kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya. Program aksi nyatanya kami susun dan yang terpenting hingga implementasinya di lapangan,” tekan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) usai Rapat Koordinasi dan MoU pengembangan serta pembelian kedelai nasional di Kantor Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta, Senin (4/1).
Namun, Kementan tetap fokus melipatgandakan produksi atau ketersediaan kedelai dalam negeri. Produksi kedelai dalam negeri harus bisa bersaing baik kualitas maupun harganya melalui perluasan areal tanam dan mengenergikan para integrator, unit-unit kerja Kementan dan pemerintah daerah.
“Tentu dengan langkah cepat dari Kementan bersama berbagai integrator dan pengembang kedelai yang ada kita lipatgandakan dengan kekuatan. Kita bergerak cepat, sehingga produksi kedelai dalam negeri meningkat,” imbuh SYL.
Begitu juga dalam penyerapan produksi kedelai lokal, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, Suwandi menambahkan pihaknya melakukan MoU antara Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dengan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan investor bersama Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. “Langkah ini untuk meningkatkan kemitraan produksi dan memaksimalkan pemasaran serta penyerapan kedelai lokal milik petani,” tuturnya.
Untuk diketahui, tingginya impor kedelai bukan semata-semata karena faktor produksi. Namun demikian, hal tersebut terjadi karena disebabkan kondisi kedelai merupakan komoditas non lartas yang bebas impor kapan saja dan berapun volumenya tanpa melalui rekomendasi Kementan.
Terkait harga kedelai saat ini terjadi kenaikan yang cukup signifikan sekitar 35 persen merupakan dampak pandemi covid 19, utamanya produksi di negara-negara produsen seperti Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Rusia, Ukraina dan lainnya.
Harga kedelai impor yang selama ini digunakan oleh pengrajin tahu tempe di negara asal sudah tinggi, sehingga berdampak kepada harga di Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.