Bandung – Data Dinas Pertanian Kabupaten Bandung pada tahun 2019 menyebut Kabupaten Bandung mempunyai produktivitas 168,98 kuintal strawberry per hektarenya. Kabupaten Bandung menghasilkan 38.190 kuintal strawberry pada tahun tersebut.
Produktivitas salah satu komoditas hortikultura unggulan Kabupaten Bandung ini juga diakui oleh para petani maupun pelaku usaha di bidang ini. Bahkan mereka menilai butuh pasar lebih untuk menampung hasil panen mereka.
Hal itu diakui H. Dadang, salah satu petani dan pengepul strawberry dari Kampung Rancamulya, Desa Sukaresmi, Kecamatan Rancabali. Menurutnya, di kawasannya saja yang merupakan sentra pertanian strawberry sudah ada 10 orang lebih yang bergelut di usaha ini.
“Di sini aja sekitar 10 orangan yang punya (usaha) strawberry ini, belum di daerah lain (di Bandung seperti desa lain di Rancabali dan Ciwidey yang juga banyak produksi strawberry). Setiap hari kirim 2 tonan. Kalau ekspor sebenarnya bisa saja (dari sisi produksi), tapi terkendala di pengiriman,” ujarnya kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Ia juga mengatakan pandemi cukup berpengaruh terhadap pemasaran komoditas strawberry. Pasalnya kebijakan pembatasan sosial berpengaruh juga terhadap daya beli masyarakat ke pasar hingga supermarket.
“Kendala di pemasaran, mungkin karena pandemi ini hampir semua komoditi di bagian pemasaran kan. Sekarang kan daya beli konsumennya turun, anak sekolah, restoran, kafe pada paling duluan tutup. Dulu mah paling banyak (kirim strawberry) ke restoran, supermarket, tapi sekarang kan dibatasi,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Hj Aan Anita, istri dari H. Dadang yang punya usaha Resmi Berry tersebut, ia dan suaminya merupakan yang paling pertama menanam strawberry di kawasan tersebut. Ia sudah bergelut di usaha ini sekitar 10 tahun.
“Sudah 10 tahunan, jadi petani strawberry pertama, sampai sekarang pemasaran ke luar Pulau Jawa juga. Iya nanam dulu, setelah itu punya banyak produksi baru kita cari pasar. Alhamdulillah sekarang selain dari kebun sendiri, kita juga nampung dari petani-petani sekitar sini,” ujarnya.
Dari lahan 10 hektare strawberry dan ditambah dari hasil panen petani lain di kampungnya, Hj Aan menyebut hampir setiap hari mengirim strawberry hingga 2-3 ton yang dibawa menggunakan 2 pikap. Strawberry tersebut kebanyakan dikirim ke kota-kota besar di Jawa seperti Jakarta, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.
“(Harga) itunya tergantung berat dan mika yang kita gunakan, dari yang 200 gram sampai 1 kg, mungkin tetap aja (dihitung) per kg di rata-rata harga Rp 40 ribu. Sehari bisa ngeluarin sekitar 2 ton yang fresh-nya, yang bagusnya. Kebanyakan (dikirim ke) Surabaya, Yogyakarta, mulai Jawa Tengah dari Semarang, Cirebon, Solo, Madiun terus sisanya ada yang ke Jakarta, pasar-pasar induk Jakarta, Kramat Jati terus Tanah Tinggi, tangerang,” ujarnya.
“Keluar pulau yang sudah rutin paling Medan sama Banjarmasin. Tiap hari dikirimnya, order yang sudah rutin, dari langganan di sana sudah punya langganan juga,” imbuhnya.
Menurut Hj Aan yang juga nasabah Bank BRI tersebut, saat ini harga strawberry sedang rendang karena pandemi. Biasanya strawberry dijual di pasaran paling tinggi bisa Rp 40 ribu-Rp 50 ribu per kg-nya. Namun, saat ini bisa Rp 35 ribu dan itu pun yang paling bagus, yaitu jenis Calibrate.
Sebagai informasi, strawberry di Rancabali juga masuk dalam klaster UMKM yang dibidik dan dibina BRI. Menurut Pemimpin Cabang BRI Soreang, M Ruri Efendi, BRI telah melakukan pembinaan terhadap UMKM unggulan yang ada di Kabupaten Bandung, salah satunya strawberry.
“BRI Cabang Soreang telah melakukan pembinaan-pembinaan terhadap sektor UMKM unggulan di Kabupaten Bandung, terutama di bidang pertanian di antaranya sektor unggulannya ada strawberry, kemudian ada juga labu acar, juga ada kopi terutama di Kabupaten Bandung ini terkenal dengan yang terdapat di pegunungan-pegunungan. Juga ada pandai besi dan sektor utama lain yang ada di Kabupaten Bandung,” ujarnya.