Foto : Area Persawahan di Kabupaten Boyolali Siap Menjadi Pemasok Sayuran Selama Bulan Ramadhan dan Lebaran 2021.
Pilarpertanian – Kabupaten Boyolali, salah satu sentra produksi susu di Jawa Tengah, ternyata menyimpan potensi buah dan sayur yang menjanjikan. Terletak di kaki gunung Merapi dan Merbabu menjadikan kabupaten ini memiliki kondisi agroklimat yang mendukung untuk budi daya komoditas hortikultura.
“Saat ini, total lebih dari 9.674 hektare lahan digunakan untuk budi daya komoditas hortikultura mulai dari bawang merah, bawang putih, cabai, kentang, sawi, kubis, labu siam, bayam dan tomat dengan potensi wilayah mencapai 101.501 hektare,” ujar Kabid Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, Supardi.
Berdasarkan data yang kami miliki sampai dengan April 2021, lanjut Supardi, ketersediaan sayuran aman selama Ramadhan hingga Hari Raya Idul Fitri, tercatat estimasi kebutuhan sayuran hanya 1.155 ton sedangkan ketersediaan sayuran yang ada sebanyak 5.932 ton.
“Sehingga produksi sayuran dapat dikirim ke kabupaten sekitar. Tingginya produksi sayuran daun di Boyolali didukung jaringan pemasaran luas dan didukung prasarana pasar yang besar untuk memenuhi permintaan di kota sekitar seperti Solo, Jogja dan Semarang,” papar Supardi.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Tommy Nugraha menyatakan bahwa Boyolali merupakan salah satu sentra sayuran yang bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sayuran di Jawa Tengah.
“Untuk itu diperlukan pengembangan sayuran yang berorientasi pada persyaratan pasar dan kontinuitas pasokan sehingga dapat menjaga stabilisasi harga,” jelas Tommy.
Kecamatan Selo dengan ketinggian 1.300 – 1.840 mdpl sangat cocok untuk mendukung budi daya sayuran. Pada 2020, potensi hasil pertanian kaki gunung Merapi dan Merbabu ini luas panennya mencapai 1.474 hektare dengan profitas mencapai 195 kuintal per hektare. Terdiri dari 10 desa, catatan Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali pada 2020 menyebutkan, Kecamatan Selo mampu menghasilkan 44.180 kuintal bawang merah, 10.836 kuintal cabai, 1.125 kuintal kentang, 52.500 kuintal kubis dan 106.900 kuintal sawi putih pada tahun 2019.
“Sistem pertanaman masih didominasi sistem konvensional dengan tumpang sari dan mulai mengurangi intensitas penggunaan pestisida. Selain itu menggunakan tanaman inang lain yang ditanam bersamaan dengan tanaman utama untuk menarik perhatian hama maupun predator alami,” ujar Koordinator Penyuluh Kecamatan Selo, Haryono.
Kelompok Tani Argo Ayuning Tani asal Desa Senden menerapkan sistem pertanian organik dan saat ini tengah mengembangkan delapan komoditas sayuran terdiri dari wortel, labu siam, tomat, brokoli, kol bunga, seledri, labu pumpkin, buncis dan bawang daun.
“Sayuran tersebut ditanam pada lahan terbuka dan menerapkan sistem tumpang sari dengan tanaman jeruk, apel dan bunga terompet. Tanaman tersebut dipilih karena berguna sebagai penarik perhatian hama supaya tidak memakan sayuran sekaligus sebagai inang musuh alami hama,” terang sang ketua kelompok, Sugiantoro.
Kelompok tani ini juga mengembangkan kentang varietas granola yang ditanam pada greenhouse seluas 300 m2 hasil kerja sama dengan Bank Indonesia. Hal yang menarik dari pemanfaatan greenhouse ini adalah teknologi pengairannya menggunakan embung mini yang dapat dijadikan contoh untuk daerah lain yang jauh dari sumber air.
“Pembuatan embung mini ini untuk menampung curah hujan yang cukup tinggi di Kecamatan Selo pada saat musim penghujan. Embung ini mengatasi masalah keterbatasan sumber air pada musim kemarau. Kami memiliki beberapa embung yang digunakan untuk mengairi lahan pertanian anggota. Salah satunya berukuran 2,5 m x 3,5 m x 2,5 m dengan kedalaman 0,5 – 1 meter yang dibuat dengan menggunakan terpal dan semen,” ujar anggota kelompok Argo Ayuning Tani, Suwarno.
Suwarno juga menceritakan satu embung dengan kapasitas 6 ribu liter air mampu mengairi sekitar lebih kurang 600 meter lahan selama musim kemarau. Dirinya mengatakan, satu hektare membutuhkan sekitar 10 embung.
Cara kerja embung yakni talang air dipasang pada sekitaran atap lalu diarahkan ke dalam bak penampungan yang terletak di depan greenhouse. Selanjutnya, air akan dipompa ke dalam greenhouse dengan sistem irigasi tetes atau drip irrigation. Pemanfaatan penampungan air ini juga berguna untuk memastikan ketersediaan air terutama saat penanaman sayuran.
Hasil panen selain dijual ke pedagang pengepul, salah satunya KT Krido Tani yang diketuai oleh Bapak Marsudi. Dalam satu hari, mengirimkan enam kuintal sayuran terdiri dari cabai, timun, tomat, kubis, selada, bit dan lobak. Hasil panen selanjutnya akan dilakukan grading dan sortasi di KT Krido Tani. Kemudian akan dijual ke Aspakusa Makmur (Asosiasi Asparagus, Kucai dan Sayuran Lainnya) sebagai tempat pengumpul produk-produk hortikultura yang telah menjalin kerja sama dengan beberapa supermarket di Solo, Yogyakarta dan Surabaya.
Koordinator Kelompok Sayuran Daun dan Jamur Ditjen Hortikultura, Indra Husni menyampaikan bahwa dengan produksi aneka sayuran, Boyolali dapat menjadi sentra sayuran yang memasok kebutuhan baik di Boyolali sendiri dan sekitarnya.
“Sayuran daun lebih berpotensi di daerah yang mempunyai ketinggian di atas 700 mdpl di Kabupaten Boyolali, akan tetapi belum tersentuh teknologi budi daya yang baik sesuai dengan Good Agricultural Practices (GAP) dan SOP. Semoga ke depan pemerintah pusat bisa mensosialisasikan teknologi budi daya yang efektif di lapangan. Para petani sayuran daun khususnya bisa mendapatkan pelatihan penerapan GAP.(PW)