Jakarta – Kementerian Pertanian akan memperkenalkan fungsi barcode atau kode QR untuk produk benih melalui Direktorat Perbenihan, Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian.
Kementerian Pertanian berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik agar cepat tanggap terhadap maraknya permasalahan benih palsu di masyarakat guna menjaga ketersediaan benih bermutu.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwanda dalam Webinar Peningkatan Produktivitas, Kualitas dan Produksi Petani Tanaman Pangan Diawali dengan Penggunaan Benih Bersertifikat Senin (5/7) mengatakan, saat ini selain infrastruktur pendukung aplikasi barcode/QR code, aplikasi tersebut masih dalam tahap uji coba dan finalisasi di lokasi.
Ia mengatakan, semua benih bantuan negara saat ini menggunakan barcode/QR code yang dapat diakses dan digunakan oleh seluruh masyarakat. “Benih merupakan tulang punggung pembangunan pertanian. Benih yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula,” ujarnya.
Karena benih merupakan aset terpenting, Suwandi mengatakan, pihaknya telah menetapkan tiga subsistem dari keseluruhan sistem perbenihan. Dari sistem sebelumnya hingga produksi benih. Berdasarkan penelitian para penangkar dan penangkar benih, produksi benih dinilai sangat kompleks dan ekstensif, breeder seeds, foundation seeds, stock seeds, extention seeds.
“Banyak hal yang harus dilakukan di balik ini. Semua pihak termasuk proses SOP memiliki BBPSB, PVT, dll. Semua orang terlibat, termasuk peneliti, peternak, dan petani,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Kelvin, harus ada mekanisme pengendalian benih agar tumbuh dengan baik dan peredarannya terkontrol dengan baik. “Makanya perlu dilakukan pemeriksaan kualitas. Apalagi sekarang benih jagung dan beras APBN sudah menggunakan kode QR,” ujarnya.
Kemudian Suwandi terus menelusuri aspek distribusi dan penggunaan, jika produksi dan distribusinya baik, tetapi jika penggunaannya tidak mencukupi, dan tidak mengikuti Good Agricultural Practice (GAP), juga akan menemui masalah.
“Sistem memiliki umpan balik untuk menjaga kecerahan. Sistem telah selesai dan undang-undang untuk bibit sudah ada,” katanya.
Sejauh ini, sekitar 500 jenis padi dan 300 jenis jagung telah diproduksi, dan teknologi komputer sekarang digunakan untuk ketertelusuran menggunakan barcode. “Jadi petani, PVT, ada barcode di lapangan dan kemasannya, jadi bisa dilihat di ponsel mereka di Internet. Mereka bisa melacak siapa pemilik benih, kapan kadaluarsa dan apa yang ada di sana,” katanya.