Jakarta – Kerusakan yang disebabkan oleh penyakit padi dapat berdampak signifikan terhadap hasil panen. Terutama yang disebabkan oleh bakteri, virus atau jamur.
Di Indonesia, penyakit utama padi adalah hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae), penyakit cacing musim dingin (virus tungro) dan sebagainya. Kisaran kehilangan hasil padi yang disebabkan oleh hawar daun bakteri adalah 15-24%.
Perubahan iklim global yang berdampak pada anomali iklim telah berkontribusi terhadap berkembangnya hama dan penyakit yang mengancam keselamatan produksi padi.
Akibatnya, keuntungan usahatani menurun karena harus menekan biaya pengendalian penyakit dan hama serangga yang semakin meningkat, serta kualitas produksi yang menurun, sehingga tidak dapat bersaing di pasar.
Melihat hal tersebut, Prof. Triwidodo Arwiyanto, seorang Guru Besar Fakultas Pertanian UGM menyatakan pengelolaan terhadap serangan penyakit HPT utama padi ini diantaranya karena penggunaan varietas yang tahan (seperti Inpari 21, Inpari 22, Inpari 26, Inpago 4, Inpago 8 dll), menyesuaikan waktu tanam dimana penyemaian benih dilakukan lebih awal.
“Dan jika mungkin setelah awal musim hujan, serta pengunaaan pupuk nitrogen yang dibagi dalam dua atau lebih perlakuan karena penggunaan pupuk yang berlebihan justru dapat meningkatkan intensitas ledakan,” paparnya dalam acara Webinar Bimtek Propaktani Episode 114 melalui zoom & youtube.com/propaktani, tanggal 24 September 2021.
Langkah melingungi tanaman ini akan lebih efektif lagi jika petani dilibatkan secara aktif. Oleh karena itu, pemberdayaan petani sekaligus meningkatkan keterampilan harus terus dilakukan agar petani paham terhadap perlindungan tanaman tersebut.
,Luqman Qurata A. M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya juga menyatakan bahwa pemberdayaan petani dalam pemasyarakatan PHT dapat dilakukan melalui bimtek dan pendampingan.
Salah satunya yaitu sekolah lapangan yang merupakan metode pelatihan kepada petani menggunakan kurikulum Pendidikan Orang Dewasa (POD) dengan metode discovery learning dan participatory. Tujuan sekolah lapangan ini menyangkut 2 aspek, yakni transfer teknologi dan perubahan perilaku.
“Hubungan antara petani dan pemandu dalam sekolah lapangan bukanlah hubungan guru-murid. Petani dan pemandu praktek bersama dengan cara belajar lewat pengalaman dan kurikulum berdasarkan keterampilan yang dibutuhkan. Keterlibatan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dalam sekolah lapangan ini antara lain SL-SPB Desa Bayem, Kasembon (2011-2012), Fasilitasi SL MTS dan PPAH di Laren dan Besur Lamongan (2014), SL-PHT Edamame PTPN X Mitra Tani 27 (2015), SL PHT dan PPAH di Gogodeso, Kanigoro Blitar (2017-2018) dan SL PHT dan PPAH di Pulungdowo Tumpang (2018-2019)” papar Luqman.
Disamping pemaparan oleh para narasumber dari akademisi, dalam acara Webinar Propaktani tersebut, hadir pula Rusmadi, petani organik dari Desa Mrentul Kecamatan Bonorowo Kabupaten Kebumen yang memaparkan pengalamannya terkait pemberdayaan anggota kelompok tani dalam pemanfaatan bahan pengendali OPT yang berbasis ramah lingkungan. Rusmadi yang tergabung dalam Kelompok Tani Sri Rejeki mengatakan bahwa yang menjadi faktor pendorong penggunaan bahan ramah lingkungan (APH dan Pestnab) adalah untuk meminimalkan biaya produksi dan menghasilkan produk pangan yang lebih sehat.
Penggunaan dan pengembangan APH serta pestnab di kelompoktaninya bukan berarti tanpa kendala. Rusmadi mengatakan “Dampak penggunaan APH tidak instan sehingga penggunaannya masih minim di lapangan, masyarakat masih menganggap pengadaan dan penggunaan bahan kimia lebih praktis, cepat dan nyata hasilnya”.
Di tempat terpisah, Dirjen Tanaman Pangan, Suwandi menambahkan betapa pentingnya dilakukan sosialisasi dan bimtek secara masif untuk menjelaskan pengamanan produksi pangan yang ramah lingkungan agar pertanian sustainable (berkelanjutan). “Dengan semakin meningkatnya kesadaran petani terhadap pentingnya budi daya tanaman sehat demi keberlanjutan pertanian, diharapkan juga kesejahteraan petani turut meningkat karenanya.
Dengan demikian, hal ini turut mendukung percepatan terwujudnya pertanian maju, mandiri dan modern. Hal ini, sesuai arahan Mentan SYL produksi pangan harus jalan terus tetapi hal-hal yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani juga harus dilakukan karena mereka ujung tombak ketahanan pangan negara kita”, tegas Suwandi.(ND)