Jakarta – Produksi bawang putih lokal dalam negeri secara bertahap sudah mulai mengisi pasar meski masih dalam jumlah yang terbatas. Kebutuhan bawang putih nasional diprediksi mencapai sekitar 546 ribu ton/tahun. Besarnya kebutuhan pasar konsumsi bawang putih tersebut menjadi peluang sekaligus tantangan bagi petani dan pemerintah untuk mendorong peningkatan produksi di dalam negeri.
Menurut Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, selain mendorong produksi bawang putih di dalam negeri, Kementerian Pertanian juga berkewajiban memastikan produk bawang putih asal impor telah memenuhi aspek keamanan pangan. Terkait impor produk hortikultura, Prihasto melanjutkan bahwa kewenangan Kementerian Pertanian hanya terbatas memberi rekomendasi teknis khususnya terkait kesesuaian GAP. Sedangkan terkait pemberian ijin impor bawang putih adalah kewenangan dari Kementerian lain.
“Sesuai amanat UU No 11 tahun 2020 serta Permentan 39/2019, Kementan memiliki kewajiban memberikan rekomendasi teknis agar bawang putih aman konsumsi termasuk dihasilkan dari kebun yang telah menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) dan memiliki daya telusur yang baik,” terang Prihasto
Menurutnya, GAP bukan hanya sekedar terkait dengan keamanan pangan dan ketertelusuran produknya, namun juga terkait dengan aspek ramah lingkungan. Bahkan GAP juga menyangkut aspek perlindungan terhadap humanisme dimana usaha produksi bawang putih ataupun produk pangan secara umum tidak boleh mempekerjakan anak-anak di bawah umur serta tidak menerapkan upah di bawah minimum.
Lebih lanjut Prihasto menyebut bahwa Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) merupakan rekomendasi teknis yang berbasis pada keamanan pangan dan tata kelola budi daya yang baik, guna melindungi konsumen dalam negeri. RIPH juga bisa mendorong peningkatan produksi bawang putih nasional, karena dengan diberlakukannya Permentan 46/2020 maka para pelaku usaha impor diharuskan melakukan penanaman bawang putih di dalam negeri. “Implikasinya tentu adalah peningkatan luas tanam dan produksi bawang putih nasional,” tandasnya.
Seperti diketahui, hingga saat ini pemenuhan kebutuhan bawang putih nasional sebagian besar masih dipenuhi dari impor. Walaupun demikian, Kementerian Pertanian dalam beberapa tahun terakhir terus mendorong pengembangan bawang putih di dalam negeri.
Upaya tersebut terbukti mampu memacu produksi bawang putih nasional yang sempat stagnan bahkan merosot selama puluhan tahun sejak 1996 hingga 2017. Produksi Nasional tahun 2017 19.510 ton, tahun 2018 sebesar 39.300 ton atau naik 101%, tahun 2019 sebesar 88.817 ton atau naik 126% dari tahun sebelumnya.
“Tahun 2020 sedikit menurun menjadi 81.805 ton akibat dampak covid-19 dan pemangkasan anggaran. Hasil panen petani tersebut lebih banyak digunakan sebagai calon benih, namun sebagian sudah mulai masuk pasar konsumsi. Sementara para 2022, rencana pengembangan bawang putih seluas 1.700 ha dari anggaran APBN,” terangnya.
Hingga saat ini, para petani bawang putih masih tetap menanam meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan termasuk impor. Sentra produksi bawang putih tersebar di berbagai daerah diantaranya Temanggung, Wonosobo, Magelang, Batang, Karanganyar, Malang, Tegal, Cianjur, Solok, Kerinci, Tabanan, Bantaeng hingga Lombok Timur.
Berbagai program pengembangan kawasan, pendampingan hingga bimbingan teknis untuk petani bawang putih juga terus dilakukan Kementerian Pertanian bersama Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten.
“Selain di aspek budi daya, Kementan juga mendorong hilirisasi produk bawang putih dalam negeri melalui penumbuhan UMKM olahan, gerakan cinta konsumsi produk petani, hingga kemitraan pemasaran hasil produksi. Tujuannya jelas, supaya bawang putih lokal bisa lebih banyak mengisi peluang pasar yang masih terbuka luas,” pungkas Prihasto.(BB)
Sumber: Pilarpertanian