Bandar Lampung – Di tengah situasi pandemi Covid-19 yang semakin terkendali, ekspor pertanian Lampung semakin terbuka. Peluang ekspor ini dikelola untuk mendongkrak perekonomian daerah.
Menurut data Indonesia Quarantine Full Automation System yang disusun oleh Badan Karantina Pertanian Lampung, antara Januari 2021 hingga Desember 2021, nilai ekspor produk pertanian Lampung adalah 14,1 triliun rupiah. Komoditas yang paling banyak diekspor adalah tanaman perkebunan, antara lain kopi, lada, dan kelapa sawit. Selain itu, produk berkualitas tinggi buah-buahan termasuk nanas dan manggis.
Pada tahun 2021, ekspor pertanian Lampung meningkat sebesar Rp 3,7 triliun. Nilai ekspor meningkat 36,61% year-on-year.
Produk pertanian berupa perkebunan dan hortikultura di Lampung semakin berpeluang masuk pasar ekspor, menurut Muh Jumadh, Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Kelas I Bandar Lampung, Selasa (8/3/2022). Selain kualitas, tren permintaan komoditas pangan Indonesia di pasar dunia juga semakin meningkat.
Dengan Lampung memiliki pelabuhan internasional Panjang, peluang untuk mengekspor produk pertanian menjadi semakin luas. Kapal dari beberapa negara tujuan ekspor dapat mengangkut produk langsung dari Lampung.
Menurut dia, Balai Karantina Pertanian Lampung terus membantu petani agar lebih banyak produk pertanian yang bisa diekspor. Pendampingan kepada petani harus terus dilakukan agar mereka dapat menjaga kualitas produk sesuai dengan persyaratan dan persyaratan negara tujuan.
Dia mengungkapkan eksportir pertanian di Lampung masih menghadapi beberapa kendala dalam memenuhi kebutuhan ekspor. Produk ekspor harus dipastikan bebas dari hama penyakit dan cemaran bahan kimia. Jika produk pertanian yang dikirim tidak memenuhi standar negara tujuan, maka produk pertanian tersebut akan dikembalikan sehingga eksportir mengalami kerugian.
“Tahun lalu, negara tujuan mengembalikan beberapa jenis produk pertanian Lampung. Dari pemberitahuan atau instruksi yang diberikan, ketika tiba di negara tujuan, produk tersebut tidak memenuhi persyaratan dan harus dikembalikan. Namun, jumlahnya tidak banyak,” kata Jumadh.
Baca Juga : Kunyit dan Peluang Ekspor ke Luar Negeri
Ia menambahkan, eksportir harus lebih berhati-hati dengan dokumen persyaratan ekspor di negara tujuan. Petugas karantina juga rutin memberikan bimbingan teknis kepada petani perkebunan dan hortikultura di Lampung. Selain itu, bantuan sistem karantina juga telah dilakukan, seperti menyiapkan rumah untuk packing.
Di masa pandemi Covid-19, Balai Karantina Pertanian juga melihat tren peningkatan ekspor produk rempah-rempah. Rempah-rempah ekspor itu termasuk cengkeh, cabai jamu, lada hitam dan asam kandis.
Negara tujuan ekspor juga semakin meluas. Selain Asia dan Amerika, hasil pertanian Lampung juga diekspor ke berbagai negara lain seperti Jerman, Pakistan, Uni Emirat Arab, dan Inggris.
Secara terpisah, Ketua Dewan Rempah Lampung Untung Sugiatno mengatakan pemerintah daerah harus menyikapi peluang ekspor yang semakin terbuka setelah situasi pandemi melandai. Kecuali lada, komoditas lain yang belum menjadi fokus harus dikembangkan dengan sungguh-sungguh.
Menurutnya, pandemi Covid-19 telah membawa tren peningkatan permintaan rempah-rempah di dunia. Selain digunakan dalam pembuatan obat herbal, rempah-rempah juga menjadi bahan baku pembuatan produk kecantikan.
Sayangnya, peningkatan ekspor rempah-rempah tersebut tidak dibarengi dengan kenaikan harga jual rempah-rempah di tingkat petani. Saat ini, kata Untung, harga lada hitam berkisar Rp40.000-Rp50.000 /kg, sedangkan harga cengkeh sekitar Rp60.000/kg. Harganya tidak lebih tinggi dari lima tahun lalu yang mencapai Rp100.000/kg.
Baca Juga : Sulawesi Utara di Dorong Ekspor Benih Jagung