Surabaya – Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) saat ini sedang diproduksi oleh Pusat Veteriner Farma (Pusvetma), salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Kementerian Pertanian (Kementan). Hal itu disampaikan Kuntoro Boga, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, saat melakukan kunjungan kerja ke Pusvetma, Surabaya, Jumat (27/05).
“Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) langsung menginstruksikan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Pusvetma untuk segera memproduksi vaksin setelah kasus penyakit mulut dan kuku di Jawa Timur menjelang Idul Fitri kemarin”, kata Kuntoro.
Dia mengatakan bahwa melalui vaksinasi yang efektif, langkah-langkah pengendalian yang ketat, sistematis dan berkelanjutan, pemberantasan penyakit mulut dan kuku di sebagian besar negara sedang menuju bebas dari penyakit mulut dan kuku.
“Saya melihat secara langsung proses pengembangan produksi vaksin PMK saat ini sedang berjalan sejak menteri menginstruksikan Pusvetma untuk memproduksi kembali vaksin PMK,” ujarnya.
Vaksinasi memang menjadi solusi dan harapan bagi para peternak di seluruh Indonesia, tambah Kuntoro. Dengan adanya vaksin penyakit mulut dan kuku, saya berharap Indonesia segera pulih dan kembali menjadi negara yang bebas penyakit mulut dan kuku.
Sebagai informasi, kemampuan Indonesia untuk memproduksi vaksin penyakit mulut dan kuku dimulai pada tahun 1952, dan program vaksinasi skala besar dimulai pada tahun 1964, sehingga Indonesia telah bebas dari penyakit mulut dan kuku sejak tahun 1986, dan telah diakui di ASEAN sejak tahun 1987 dan diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties-OIE) sejak 1990.
Sementara itu, Kepala Pusvetma Edy Budi Susila menjelaskan, proses pengembangan produksi vaksin PMK di Pusvetma sudah berjalan sejak Menteri Pertanian kembali mengarahkan produksi vaksin PMK.
Baca Juga : Kementan Pastikan Hewan Kurban Aman Untuk Idul Adha 2022
Ia menjelaskan, proses pengembangan produksi vaksin PMK oleh Pusat Veteriner Hewan (Pusvetma) sebenarnya dilakukan pada 1983-1986 untuk membebaskan Indonesia dari penyakit mulut dan kuku. Berdasarkan pengalaman tersebut, ia meyakini Pusvetma dapat mengembangkan vaksin dalam negeri untuk mengendalikan penyakit mulut dan kuku di masa depan.
Selain itu, Edi mengatakan dengan merebaknya masuknya PMK, proses pengembangan produksi vaksin Pusvetma telah dimulai kembali dan kini memasuki tahap purifikasi isolate dan phase ke-6.
“Proses pembuatan vaksin PMK ini dengan menggunakan teknologi tissue culture dengan sel BKH 21,” ungkap Edy.
“Vaksin itu tidak aktif dan diformulasikan dengan adjuvant,” tambahnya.
Meski demikian, kata Edi, pengembangan produksi vaksin PMK membutuhkan proses karena Pusvetma belum pernah memproduksi vaksin penyakit tersebut sejak Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) menyatakan Indonesia bebas vaksin PMK pada 1990.
Edy memastikan dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada, tim Pusvetma akan mampu melakukan pengembangan produksi vaksin yang dibutuhkan, meski diperlukan berbagai penyesuaian.
“Pusvetma akan memaksimalkan kekuatan sumber daya manusia (SDM) dan peralatan yang ada di fasilitas pembuatan vaksin Pusvetma,” kata Edy.
Ia mengatakan, Pusvetma akan mengerahkan seluruh karyawan untuk bekerja sama membuat vaksin yang sudah ditunggu-tunggu oleh semua peternak ini segera terealisasi.
“Kami optimis dengan pengalaman Indonesia sebelumnya dan kerjasama dengan dokter hewan senior, kami akan segera dapat memproduksi vaksin PMK,” pungkasnya.