mediatokotani.com – Kementerian Pertanian (Kementan) memandang wajar adanya kenaikan harga beras yang belakangan terjadi. Kenaikan harga tersebut untuk menjaga petani agar tetap bisa berproduksi seiring imbas terkereknya harga bahan bakar minyak (BBM), benih, dan juga pupuk.
Koordinator Evaluasi dan Layanan Rekomendasi, Dirjen Tanaman Pangan Kementan Batara Siagian mengatakan bahwa berdasarkan pantauannya, kenaikan harga beras tidak terlalu signifikan dan tergantung daerah. Menurut dia, saat ini yang justru mengalami kenaikan masif adalah harga gabah di tingkat petani.
“Kalau pengamatan saya harga beras naik itu tidak semua. Kalau saya membeli beras juga harga eceran yang berlaku. Tapi kalau harga gabah naik, wajar saja. Petani itu tidak bisa menambah kapasitas, harganya harus naik dong. Itu enggak perlu diperdebatkan,” ujar Batara dalam diskusi virtual, Selasa (25/10/2022).
Dia menuturkan, kenaikan harga gabah tersebut yang akhirnya mendorong harga beras naik. Sebab, Perum Bulog tidak mampu menyerap gabah petani yang mengalami kenaikan.
“Jadi, yang saya kritisi itu harga beras itu tidak mungkin terjadi melebihi HET [harga eceran tertinggi]. Yang ada adalah harga gabah tidak bisa dikuasai Bulog karena terjadi kenaikan di tingkat petani. Itu menurut saya normal. Karena efek kenaikan BBM, pupuk yang mahal. Petani tidak menikmati subsidi pupuk dominan, kenaikan harga benih,” tutur Batara.
Lebih lanjut, dia pun berharap agar HET beras pun diatur setidaknya setahun atau dua tahun sekali. HET beras diperbaharui terakhir kali lewat Permendag Nomor 57 tahun 2017.
“Ini harus diatur dengan baik sehingga tahu apa urgensi kenaikan harga. Nah, kemudian saat penentuan harga yang harus dicari pendapatan dari para pelaku,” ucapnya.
Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, Selasa (25/10/2022), harga beras di tingkat konsumen sepanjang Oktober 2022 saja telah naik Rp200 untuk jenis medium, dan Rp100 untuk premium. Bahkan, dalam 4 bulan terakhir beras medium telah naik dari Rp10.400 menjadi Rp10.900 per kg, sedangkan beras premium naik dari Rp12.500 menjadi Rp12.800 per kg.
Batara pun meminta agar semua pihak memahami kenaikan beras demi kesejahteraan petani itu sendiri. Akan berbahaya, kata dia, apabila petani tidak lagi termotivasi atau sudah enggan menanam padi.
“Jadi yang harus dipikirkan itu adalah pembelian harga penggilingan itu menyebabkan dia rugi? Kalau rugi perasaan saya harusnya tidak berproduksi. Kalau saya sih, jika memang harga itu memberikan keuntungan kepada petani dengan baik maka itulah tugas pemerintah,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mencabut fleksibilitas harga gabah dan beras bagi Bulog. Kebijakan tersebut diduga menjadi salah satu pendorong kenaikan harga beras di pasaran.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA Rachmi Widiriani menyampaikan, pihaknya menghentikan pemberlakuan kebijakan tersebut dengan berbagai pertimbangan atas hasil evaluasi NFA.
“Keputusan untuk memberhentikan pemberlakuan fleksibilitas ini atas beberapa pertimbangan. Berdasarkan hasil evaluasi kami, ternyata angka atau harga fleksibilitas mendorong kenaikan harga di lapangan,” kata Rachmi dalam kesempatan yang sama.
Perlu diketahui, fleksibilitas harga gabah dan beras diterapkan pada 5 Oktober 2022 lalu. Baru berjalan 2 pekan, kebijakan itu ditangguhkan pada 17 Oktober 2022.
Baca Juga: Jokowi Blusukan ke Pasar, Harga Pangan Aman Cuma Kangkung yang Naik