mediatokotani.com – Musim Tanam 2022/2023 masih berada di tengah fenomena La Nina yang berpengaruh terhadap meningkatnya intensitas curah hujan. Akibatnya, beberapa wilayah di Jawa Tengah dilanda banjir. Kecamatan Mojolaban dan Grogol, Kabupaten Sukoharjo adalah salah satu wilayah yang terdampak banjir karena posisinya yang di bantaran Sungai Bengawan Solo. Limpahan air dari Kabupaten Wonogiri, Karanganyar, Klaten dan Boyolali yang mengalami curah hujan tinggi menyebabkan debit Sungai Bengawan Solo meningkat sehingga meluap dan menjadi penyebab utama banjir di Kecamatan Mojolaban dan Grogol.
Koordinator Tingkat Kabupaten Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (Koortikab POPT) Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah, Bayu Aji Nugroho, mengatakan bahwa meskipun saat ini Kabupaten Sukoharjo khususnya di Kecamatan Mojolaban dan Grogol terkena banjir, tetapi tidak mengganggu areal persawahan. “Areal persawahan yang terkena banjir saat ini telah panen dan dalam kondisi bera, sehingga banjir tidak memengaruhi produksi padi di dua kecamatan tersebut,” jelas Bayu.
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Sukoharjo, Bagas Windaryatno mengatakan bahwa di tengah situasi banjir yang melanda sejumlah titik persawahan di Kabupaten Sukoharjo, bahan pangan Kabupaten Sukoharjo masih terjaga. ”Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu penyangga pangan di Provinsi Jawa Tengah sehingga kami akan terus melakukan berbagai upaya dalam rangka menjaga pertanaman pangan dari OPT maupun DPI,” ujar Bagas.
Selaras dengan Bagas Windaryanto, Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Jawa Tengah, Herawati Prarastiyani, mengatakan bahwa banjir yang terjadi saat ini tidak akan mengganggu produksi pangan padi di Provinsi Jawa Tengah, “Untuk meminimalkan puso/kehilangan hasil akibat banjir, telah dilakukan beberapa upaya diantaranya pompanisasi untuk mengeluarkan air yang tergenang di pertanaman serta normalisasi saluran air. Pompa air bantuan Kemtan telah dioptimalkan untuk meminimalkan puso,” sambung Herawati.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Perlindungan Tanaman, Mohammad Takdir Mulyadi, menyatakan bahwa Kementerian Pertanian selalu memantau perkembangan banjir dan mengupdate data laporan banjir dari petugas di lapangan. “Upaya antisipasi dampak iklim ekstrim diantaranya dengan mapping wilayah rawan banjir, pemantauan rutin, informasi BMKG sebagai Early Warning System, pompanisasi, penggunaan varietas toleran genangan, pemberian bantuan benih dan mendorong petani untuk mendaftarkan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP),” lanjut Takdir.
Ditempat yang berbeda, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menjelaskan penanganan banjir ini tidak bisa dilakukan hanya oleh Kementerian Pertanian dan petani saja tapi juga harus mendapatkan partisipasi aktif dari seluruh warga masyarakat. “Dibutuhkan kerjasama kolektif dan komprehensif dari pihak terkait lainnya (PUPR dan Pemda setempat), POPT, PPL dan petani sehingga penanganan dampak pasca banjir dapat diselesaikan dengan cara yang efektif dan efisien,” pungkas Suwandi.
Sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, bahwa tantangan terbesar pertanian yang dihadapi sekarang ini mesti dihadapi dengan langkah konkret dan komprehensif oleh seluruh stakeholder pertanian. Diharapkan seluruh stakeholder pertanian mesti siap siaga mengamankan pertanian Indonesia. Hal ini tercantum dalam amanat Undang-Undang Dasar. Tugas yang besar ini harus kita lakukan dengan langkah yang tegap, demi menjaga ketahanan pangan untuk 270 juta rakyat Indonesia.
Baca Juga: Harga Cabai Makin ‘Pedas’ Awal Pekan Ini