mediatokotani.com – Balai Karantina Pertanian Kelas I A Mataram, Nusa Tenggara Barat, memberikan pendampingan dan bimbingan teknis kepada petani dalam menanam atau membudidayakan vanili organik agar hasil produksi memenuhi standard pasar ekspor.
“Bulan Mei lalu, kami melakukan bimbingan teknis vanili di Wawo dan Parado, Kabupaten Bima. Bulan ini di Kelompok Tani Leong, dan Pondok Pesantren Nurul Haramain, Kabupaten Lombok Barat. Bulan depan di Batu Rotok, Kabupaten Sumbawa,” kata Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I A Mataram Arinaung di Mataram, Kamis.
Pihaknya menggencarkan sosialisasi peluang ekspor vanili organik ke seluruh kabupaten/kota di NTB agar petani termotivasi untuk melakukan usaha tani tanaman tersebut.
Ia mengatakan pendampingan kepada petani vanili diperlukan agar hasil produksi mereka bisa memenuhi standard sehingga permintaan untuk pasar ekspor yang semakin tinggi bisa terpenuhi.
Data Balai Karantina Pertanian Kelas I A Mataram, tercatat volume ekspor vanili organik pada 2020 sebanyak 1,4 ton senilai Rp3 miliar. Jumlah tersebut meningkat menjadi 2,45 ton pada 2021 dengan nilai jual mencapai Rp4,5 miliar. Volume ekspor kembali meningkat pada 2022, yakni mencapai 3,5 ton senilai Rp5,13 miliar.
Melihat tren ekspor yang semakin naik, kata Arinaung, pendampingan kepada petani menjadi hal yang sangat penting. Pendampingan diberikan mulai dari penilaian lahan, teknik budidaya, penanganan hama dan penyakit hingga pascapanen.
“Selama ini, kami secara proaktif mencari kelompok tani vanili agar bisa didampingi, bahkan ke Pulau Sumbawa. Jika ada kelompok tani yang ingin diberikan pendampingan bisa menghubungi Balai Karantina Pertanian Mataram,” ujarnya.
Terkait dengan permasalahan petani vanili di Desa Pakuan, Lombok Barat, yang mendapat harga murah, Arinaung menegaskan pihaknya siap untuk memberikan pendampingan agar vanili yang dihasilkan bisa sesuai standard ekspor.
“Selain memberikan pendampingan dari sisi penilaian lahan dan teknik budi daya, kami juga mendorong petani untuk bermitra dengan off taker,” katanya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Wana Abadi, Dusun Kumbi, Desa Pakuan, Lombok Barat, Supardi menjelaskan harga vanili panen basah yang diterima anggota kelompoknya hanya Rp50 ribu per kilogram.
“Harga tersebut tergolong sangat rendah sehingga sebagian anggotanya ada yang sudah tidak semangat lagi untuk menanam,” ucapnya.
Petani lainnya, H Andi, juga mengeluhkan rendahnya harga vanili saat ini. Ia mengaku menjual hasil panen hanya Rp75.000 per kilogram basah.
“Kami dapat informasi dari para tengkulak bahwa sudah tidak ada lagi bos-bos yang beli vanili. Makanya sampai tiga bulan kita tidak panen. Dibiarkan buahnya pecah begitu saja,” tuturnya.
Baca Juga: Kementan Karantina 2,7 Juta Ternak untuk Kebutuhan Kurban