mediatokotani.com – Petani tebu menjadi garda terdepan produksi gula nasional. Para petani ini bisa sukses mengelola lahan dan memiliki penghasilan yang besar.
Seperti yang dialami oleh Teguh Cahyono, sekitar 14 tahun lalu dia merupakan pekerja di perusahaan kontraktor bangunan. Gajinya Rp 1,6 juta per bulan. Meski gajinya tak besar, dia terus menekuni pekerjaanya.
Dia yang hanya lulusan SMK ini berpikir dua kali saat ingin keluar dari pekerjaanya itu. Tahun 2009, Cahyono akhirnya ikut orang tuanya bekerja di perkebunan tebu. Meskipun kala itu dia belum memiliki ilmu bertani tebu yang baik.
Saat itu 2010, dia mengelola lahan seluas 2 hektare yang disewa Rp 2,5 juta per hektare per tahun. Tanah yang dikelolanya itu lahan berbatu dan ditanami pohon jati. Cahyono melakukan berbagai cara untuk menggemburkan tanah.
“Jadi, di tahap pertama sampai musim panen ketiga, saya melakukan eksperimen pupuk terlebih dahulu,” kata dia.
Berkat kegigihannya, tahun demi tahun, Teguh mendapatkan hasil yang baik dan terus memperluas lahan tebunya, hingga mencapai 80 hektare. Keberhasilan Teguh terletak pada konversi lahan sengon dan jati menjadi lahan tebu yang produktif.
Meskipun lahan awal yang dikelolanya berbatu dan tanahnya tidak subur, dia berhasil mencapai produktivitas tebu yang luar biasa, yakni sekitar lebih dari 185 ton per hektare, jauh di atas rata-rata Indonesia yang hanya sekitar 75 ton per hektare. Selain itu, kunci kesuksesan ayah dua orang anak ini juga terletak pada praktik bertani yang tepat, penggunaan bibit berkualitas, pemupukan yang lengkap, dan penyediaan air dari sumur bor.
Dengan asumsi rendemen tebu sebesar 8,5%, Teguh bisa menghasilkan sekitar 15,7 ton gula per hektare, lebih dari tiga kali lipat rata-rata produksi gula di Indonesia. Dengan perjanjian bagi hasil gula sebesar 70:30%, Teguh dapat memperoleh sekitar 10,99 ton gula atau setara dengan Rp 132.979.000. Di samping itu, Teguh juga mendapatkan tambahan pendapatan dari bagi hasil tetes sebesar 3% per kuintal tebu, yang menambahkan Rp 11.100.000. Dengan demikian, total pendapatan Teguh mencapai Rp 144.079.000.
Setelah mengurangi biaya sewa lahan, tanam, pemeliharaan, dan ongkos tebang muat angkut, Teguh memperoleh keuntungan bersih sebesar Rp 62.119.000 per hektare per tahun.
“Dari penghasilan itu, sebagian buat operasional kebun, buat keperluan sehari-hari, dan sisanya buat perluasan sewa,” ujarnya. Prestasi yang luar biasa ini membawa perubahan signifikan bagi kehidupan Teguh.
Kini, pria 39 tahun itu bisa hidup dengan mapan. Yang lebih mengagumkan, dari hasil penjualan gula pertamanya, Teguh mendonasikan sebuah kulkas kepada masjid setempat. “Iya itu waktu pertama kali panen produktif. Dan alhamdulillah saat ini setiap panen saya usahakan untuk bisa membantu masyarakat sekitar,” ungkap Teguh.
Kesuksesannya dalam mengelola lahan berbatu menjadi lahan tebu produktif juga dia tularkan kepada masyarakat sekitar, di Desa Prajekan Kidul, Kecamatan Prajekan, Kabupaten Bondowoso. Saat ini, Teguh mengatakan sudah ada empat orang binaannya yang sudah merasakan manisnya menjadi petani tebu. Teguh mengatakan, kesuksesannya tersebut tak lepas dari peran serta dan dukungan dari PTPN Group, melalui PT Sinergi Gula Nusantara (SGN)/SugarCo, termasuk yang berkaitan dengan biaya garap dan pembelian hasil panen.
“Selama ini pola kemitraan kita berjalan dengan baik. Kami berharap, ke depan harga gula bisa terus naik dan harga pupuk juga bisa lebih rendah lagi, sehingga kami sebagai petani lebih semangat,” jelas dia.
Baca Juga: Jelang Idul Adha, Pasokan dan Harga Pangan Dipastikan Aman