Site icon mediatokotani.com

Kementan Sebut Ketepatan Distribusi Pupuk Bersubsidi Ditentukan Pendataan Petani

KOMPAS.com – Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Dirjen PSP Kementan) Sarwo Edhy mengatakan, ketepatan distribusi pupuk bersubsidi sangat ditentukan pendataan petani. Pendataan ini, menurut Sarwo, harus dilakukan secara konkret melalui penyuluhan dan validasi dinas pertanian (distan) di setiap daerah.

“Karena subsidi hanya 30 persen, maka pemerintah daerah (pemda) harus aktif mendata petani yang menjadi prioritas elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK) pupuk bersubsidi 2021,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Selasa (19/1/2020). Pernyataan tersebut diucapkan Sarwo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Kementerian Pertanian (Kementan) di Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta, Senin (18/1/2021).

Anggota Komisi IV DPR Charles Meikyansyah mengatakan, penyuluh memiliki peran penting untuk proses distribusi pupuk bersubsidi. Namun menurutnya, penyuluh yang ditempatkan di pemda justru menghambat pendataan. Untuk itu, ia menyarankan adanya penempatan penyuluh dalam struktur pemerintah pusat. “Misalnya, akibat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, akhirnya di sejumlah daerah tidak menyerahkan data.

Petahana yang kalah pada Pilkada tidak memberikan data-data. Hal ini bisa kita hindari kalau penyuluh ada di bawah pemerintah pusat,” paparnya. Kementan siapkan 3 manuver strategis Untuk mengatasi tantangan tersebut, Sarwo menuturkan, Kementan akan melakukan sejumlah manuver strategis sebagai bentuk optimalisasi anggaran pupuk bersubsidi 2021.

Salah satunya lewat penurunan harga pokok penjualan (HPP) sekitar 5 persen. Dengan menurunkan HPP, maka akan muncul efisiensi Rp 2,457 triliun,” jelasnya. Langkah ini, sambung Sarwo, mengacu pada aturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementan pada Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) Nomor 28 Tahun 2020 tentang komponen HPP.

“Manuver selanjutnya adalah lewat perubahan formula pupuk nitrogen, phospor, dan kalium (NPK) 15:15:15 menjadi 15:10:12. Dengan begini akan ada efisiensi Rp 2,72 triliun,” tutur Sarwo. Sarwo mengatakan, penurunan perbandingan NPK ini didasarkan pada hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian dan kesepakatan saat Rapat Koordinasi (Rakor) Kelompok Kerja Pupuk dengan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.

Berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Pertanian, perubahan formula juga diharapkan dapat meningkatkan kesuburan lahan sawah karena sudah adanya jenuh unsur hara P dan K,” imbuhnya. Selain dua langkah tersebut, Kementan juga telah mengeluarkan Permentan Nomor 49 Tahun 2020 tentang Pedoman harga eceran tertinggi ( HET) untuk pupuk bersubsidi pada anggaran 2021.

Dalam peraturan tersebut, HET pupuk naik mulai Rp 300 hingga Rp 400 per kilogram (kg). “HET Pupuk tidak pernah naik semenjak 2012. Untuk saat ini, kami perlu menaikkan HET demi menambah kuota pupuk. Berdasarkan perhitungan kami, dari kenaikan HET pupuk, kita bisa mendapatkan efisiensi sebesar Rp 2,578 triliun,” tutur Sarwo.

Sarwo menegaskan, tiga langkah tersebut dilakukan untuk menutupi kekurangan anggaran subsidi sebesar Rp 7,307 triliun. “Berdasarkan rata-rata realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2014-2018, kita perlu anggaran Rp 32,584 triliun. Sementara itu, pagu indikatif subsidi pupuk senilai Rp 25,276 triliun,” bebernya. Lebih lanjut, Sarwo mengungkapkan, kenaikan harga HET untuk menambah volume pupuk bersubsidi bahkan telah disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Telah disampaikan (juga kepada) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) melalui Surat Nomor 07/E/KTNA Nas/03/2020. Dari KTNA sendiri juga sudah setuju untuk kenaikan harga pupuk,” kata Sarwo.

Exit mobile version