mediatokotani.com – Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendorong para pengusaha khususnya di lini bisnis pertanian untuk dapat mengembangkan produk berorientasi ekspor sehingga bisa bersaing dengan negara lain di pasar dunia.
“Para pengusaha khususnya yang berada di Jawa Tengah harus mencari dan mau mengembangkan produk turunan dari satu komoditi pertanian yang bisa diekspor lebih bervariasi,” ujarnya, Senin (22/3/2021).
Dengan begitu, lanjutnya, para pengusaha pertanian tidak hanya berpikir menjaga ketahanan pangan nasional, tapi juga mencari cara untuk menambah daya tarik konsumen mancanegara.
“Saat ini, Kementan terus berinovasi untuk menghasilkan produk yang sesuai standar negara tujuan ekspor, sehingga target gerakan tiga kali ekspor (gratieks) bisa terealisasi dengan segera,” kata SYL.
Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) akan menyosialisasikan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor pertanian lebih masif lagi.
KUR bertujuan memudahkan petani untuk memperoleh permodalan, tapi saya masih ada petani yang belum memahami mekanisme KUR.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menambahkan, dana KUR bisa digunakan petani untuk mengembangkan budidaya ataupun mengerjakan bisnis lainnya yang berkaitan di bidang pertanian.
“Penyaluran KUR telah dinikmati petani di berbagai sektor, yakni tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kombinasi pertanian/perkebunan dengan peternakan, serta jasa pertanian, perkebunan, dan peternakan,” sebutnya.
Adapun, latar belakang perumusan KUR Pertanian ini dilandasi kebutuhan petani pada KUR untuk melanjutkan usaha taninya.
Sarwo mengakui, masalah pembiayaan masih menjadi kendala karena petani sedikit mengalami kesulitan ketika akan meminjam ke bank.
“Biasanya, yang menjadi kendala dalam pembiayaan tersebut keharusan adanya agunan atau jaminan dan angsurannya yang cukup besar,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Sebab, imbuhnya, usaha tani ini berbeda dengan usaha-usaha lainnya, sehingga petani akan kesulitan mendapatkan permodalan.
Sarwo menjelaskan, alokasi KUR pada 2021 naik dari tahun sebelumnya. Pada 2020, alokasi KUR untuk sektor pertanian sebesar Rp 50 triliun, sekarang menjadi Rp 70 triliun.
Dengan begitu, lebih banyak sektor petani yang akan dibiayai. Indah juga menyarankan agar mengambil KUR Super Mikro.
“Kalau bisa ambil KUR yang super mikro, selain tanpa agunan produk ini juga bunganya nol persen. Jadi pinjam Rp 10 juta, ya kembalikannya juga Rp 10 juta,” pungkasnya.
Belum semua petani paham
Sementara itu, Koordinator Laboratorium Manajemen Agribisnis Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro (Undip) Wiludjeng Roessali mengatakan, pemerintah sudah memberi beberapa kemudahan untuk petani dalam memperoleh kredit permodalan.
Sayangnya, sebut Wiludjeng, belum semua petani memahami mekanismenya.
“Saya menilai, masih belum ada kesesuaian antara program dan pelaksanaanya di lapangan. Petani belum sepenuhnya memahami mekanisme dan teknis,” katanya.
Untuk itu, dia menilai, petani butuh sosialisasi yang intens dan masif agar paham dan yakin dengan kredit tersebut. Wiludjeng juga mengakui, KUR sektor pertanian mempunyai banyak faktor terkait persoalan-persoalan teknis.
“Dalam kredit itu kan banyak faktor ya yang terjadi, bisa jadi karena programnya terlambat, realisasinya susah, atau petaninya yang belum paham masalah kredit, jadi banyak hal,” tambahnya.
Namun, menurut Wiludjeng, banyak juga yang berhasil memanfaatkan KUR sektor pertanian dan menjadikan petani berhasil.
“Dalam beberapa kasus, ada usaha peternakan berhasil, ada kelompok tani yang sudah punya ekspektasi bagus terhadap hasil usahanya banyak yang mau mengambil kredit, seperti petani tembakau, padi, jagung,” katanya.
Hingga saat ini, lanjutnya, jangkauan KUR sektor pertanian tersebut sudah masif di masyarakat sudah sampai ke desa-desa. Wiludjeng menyebut, sosialisasi yang masih berjalan adalah kunci, terutama terkait persoalan teknis penyalurannya.
“Kalau jangkauannya sudah masuk ke desa-desa. Namun, masih banyak petani yang ragu atau enggan ke mengambil kredit,” terangnya. Sebaliknya, imbuhnya, ada pula kelompok tani yang mengambil kredit karena sudah punya ekspektasi bagus terhadap hasil usahanya.
sumber : KOMPAS.com