Media Toko Tani – Teknik budidaya salibu merupakan salah satu inovasi yang mendorong peningkatan produksi. Faktanya, tidak banyak orang yang mengenal teknik budi daya ini. Apa itu padi salibu? Lihat penjelasan di bawah ini.
Tanaman padi salibu adalah tanaman padi yang tumbuh kembali setelah dipotong/dipangkas sisa batang tanamannya. Tunas akan tumbuh dari buku dan berakar sehingga nutrisi tidak lagi tergantung pada batang tua. Tunas ini dapat membelah atau bertunas kembali, seperti halnya tanaman padi, tanaman bergerak secara normal, ini merupakan faktor yang membuat pertumbuhan dan hasil sama atau lebih tinggi dari tanaman pertama (induk).
Padi salibu berbeda dengan padi ratun, ratun adalah padi yang tumbuh dari batang sisa panen tanpa dilakukan pemangkasan batang, tunas akan muncul pada buku paling atas, suplai hara tetap dari batang lama.
Cara ini secara gamblang dijelaskan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi dalam webinar Propaktani Episode ke-86 menggunakan zoom dan youtube propaktani (3/9). “Keuntungan dari teknologi ini adalah meningkatkan produktivitas tanah dengan meningkatkan rasio budidaya terhadap panen, menghemat biaya produksi dengan menghilangkan kebutuhan untuk pengolahan tanah, pembibitan dan biaya tenaga kerja serta upah,” katanya.
Selain itu, Suwandi mengatakan lintas teknologi ini turut andil dalam upaya peningkatan produksi padi, sehingga hasil panen meningkat dari 2 menjadi 3 atau bahkan 4 kali panen per tahun. Hal ini sejalan dengan Program Menteri Pertanian RI meningkatkan kapasitas produksi.
Sebagai daerah awal pengembangan teknologi padi salibu/Ratun, Yulfiardi, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar, berbicara tentang sejarah padi salibu di Tanah Datar.
“Sejak tahun 2008, persawahan Kelompok Wanita Tani (KWT) Flamboyan terserang hama tikus yang serius dan Emiwati (Ketua KWT) berusaha membersihkannya dengan memotongnya 2 cm lalu memupuknya. Panen hingga 3 kali untuk hasil maksimal. Kemudian ada pembinaan dan pendampingan hingga akhirnya ditemukan teknologi padi salibu,” ujarnya.
Pada saat yang sama, Akademisi IPB Ahmad Junaedi juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan hasil panen padi salibu/Ratun, petani perlu melakukan upaya serius untuk pemeliharaan padi salibu/Ratun. “Fase kritis salibu itu adalah saat pemotongan, saat penyiangan, pemisahan dan penyulaman, saat pemupukan dan pengairan serta saat panen,” katanya.
Keberhasilan teknologi budi daya ini tidak terlepas dari pemilihan varietas yang berkualitas dan unggul. Indrastuti Rumanti dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Indonesia menjelaskan varietas yang diadaptasi untuk padi salibun dan ratun.
“Tantangan utama dalam menanam padi salibun/ratun adalah cekaman biologis dari WBC dan virus yang menyertainya, hawar daun bakteri, blast dan tungro. Varietas yang menginfeksi populasi hama dan penyakit utama yang ada, serta tingkat keparahan kerdil dan pertumbuhan kerdil, cukup adaptif untuk menanam padi salibu/ratun antara lain Inpari 6, Inpari 10 dan ketan ciasem,” jelasnya.
Selain pemaparan narasumber, program webinar Propaktani juga menyiarkan langsung panen padi di salibu dari Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, di atas lahan seluas 2,5 hektar dari 10 hektar potensi tanaman pangan. (youtube.com/propaktani).