Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo memprediksi kekebalan kelompok masyarakat atau herd immunity dapat terbentuk pada rentang waktu Agustus hingga September 2021. Padahal target vaksinasi harian yang ditetapkan pemerintah hingga saat ini masih jarang tercapai. Keyakinan Listyo akan terbentuknya herd immunity pada Agustus atau September hanya dengan melihat dari antusiasme yang tinggi para peserta vaksinasi yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) dan PB Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI). Polri memang sedang bekerja sama dengan PB HMI dan SEMMI menyelenggaran vaksinasi massal. Vaksinasi tersebut ditujukan untuk pelajar atau anak dengan rentang usia 12 tahun ke atas. “Hari ini dilaksanakan kegiatan vaksinasi untuk anak-anak usia 12 tahun ke atas dari mulai SMP, SMU, dan juga anak-anak SD yang sudah bisa divaksin. Tentunya kami melihat anak-anak pun antusias untuk divaksin ini merupakan kabar baik untuk kita semua,” kata Kapolri, Kamis (15/7/2021). Kenapa Polri begitu aktif percepat vaksinasi di seluruh negeri? Apa tujuannya? Apakah stok vaksin mencukupi? Bagaimana pemerintah mengatasinya?
Jakarta, 21 Juli 2021 – “Dengan adanya peran pemuda dan mahasiswa menjadi garda terdepan dalam penanganan pandemik COVID-19 ini, sehingga target akhir tahun paling tidak menjelang Agustus hingga September, herd immunity segera terwujud,” lanjut Kapolri. Dihadapan mahasiswa peserta vaksinasi COVID-19, Kapolri menyampaikan bahwa dengan terbentuknya kekebalan komunal masyarakat sebagaimana telah ditargetkan oleh pemerintah, maka pemulihan ekonomi akan berjalan dengan baik. “Dengan terbentuknya herd immunity, masyarakat diharapkan bisa kembali melaksanakan aktivitas-nya sehingga pemulihan ekonomi bisa berjalan dengan baik,” ujar Sigit. Selanjutnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, mengecek percepatan vaksinasi Covid-19 di wilayah Banten. Mereka berharap vaksinasi bisa berjalan lancar agar herd immunity bisa terbentuk dengan cepat di masyarakat. TNI dan Polri akan mendukung terus proses percepatan vaksinasi dan mengimbau warga untuk tidak percaya hoaks vaksin.
“TNI-Polri akan membantu tenaga kesehatan (nakes) dalam rangka vaksinasi yang akan, terus dilaksanakan di wilayah Banten ini, sehingga capaian target bisa segera kita lalui. Harapan kita semua herd immunity, kekebalan komunal, segera bisa kita capai,” kata Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, di kampus Untirta Serang, Banten, Minggu (18/7/2021). Gudang obat gratis di Kodim 062/Serang juga di periksa oleh petinggi TNI-Polri, untuk memastikan ketersediaannya. Lantaran, akan dibagikan gratis ke pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri (isoman). Keduanya berharap, pasien isoman tidak lagi kesulitan mendapatkan obat selama perawatan dirumah.
Setidaknya, ada dua paket obat gratis yang akan dibagikan oleh Babinsa dan Bhabinkamtibmas. “Pelaksanaannya akan diatur secara berjenjang antara bhabinsa, bhabinkamtibmas didampingi puskesmas untuk membagikan obat tersebut sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkan. Kita harapkan masyarakat yang melaksanakan isoman bisa segera sembuh dengan adanya obat gratis tersebut,” terangnya. Pemerintah daerah, personil TNI-Polri diminta terus ikut aktif mengajak masyarakat menerapkan prokes COVID-19, seperti mencuci tangan, menjaga jarak, tidak berkerumun hingga memakai masker. Menurut Panglima TNI, kasus aktif COVID-19 yang terus bertambah di dominasi oleh klaster keluarga. Karena di sanalah, banyak masyarakat mulai mengendurkan prokes. “Keluarga yang ada di desa itu menganggap bahwa tidak ada covid. Saat ini banyak sekali yang terpapar karena klaster keluarga, dan mereka lupa antar tetangga bermain tanpa menggunakan masker,” ujarnya.
Langkah selanjutnya aparat gabungan TNI-Polri dan sejumlah relawan terus menggenjot percepatan vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat. Data terakhir menunjukkan baru 15.611.554 orang yang mendapatkan vaksin dosis kedua. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut pihaknya masih terus membantu upaya pemerintah mempercepat vaksinasi di masyarakat. Dia mengapresiasi relawan maupun berbagai pihak terkait yang turut andil membantu pemerintah dalam menyelenggarakan vaksinasi COVID-19. “Tentu harus ada kerjasama, sehingga akselerasi ini berjalan dengan baik. Maka kami apresiasi semua pihak yang terlibat. Ke depan pelaksanaan giat bisa lebih baik lagi,” kata Listyo saat meninjau vaksinasi di SMA 38, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (15/7/2021). Lebih lanjut, ia berharap percepatan vaksinasi ini bisa membentuk herd immunity. Targetnya, akhir tahun Indonesia telah mencapai herd immunity. “Harapan selanjutnya mencapai target pemerintah untuk mencapai herd immunity. Target kita akhir tahun mencapai herd immunity bisa tercapai dan masyarakat bisa melaksanakan aktivitas, sehingga pemulihan ekonomi dapat berjalan dengan baik,” katanya.
Apakah Stok Vaksin Cukup?
Untuk menggenjot percepatan vaksinasi harus pula dicermati ketersedian stok vaksin. Jumlah vaksin COVID-19 yang dimiliki pemerintah Indonesia saat ini masih menjadi pertanyaan. Meski Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi menyebut Indonesia telah memiliki 137 juta dosis vaksin virus corona. Jumlah tersebut merupakan dosis yang sudah siap pakai dan bentuk bahan baku (bulk), yang akan diproses Bio Farma. “Data yang masuk, baik itu berupa vaksin jadi maupun bulk, itu yang sudah masuk ke negara kita sudah 137 juta. Padahal yang sudah disuntikkan dalam vaksinasi itu kurang lebih 54 juta (dosis),” kata Presiden RI dalam pengantar rapat terbatas menteri pada 16 Juli 2021 yang disiarkan di YouTube Sekretarirat Presiden.
Menurut Presiden RI, artinya ada stok vaksin yang masih disimpan di Bio Farma, Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, maupun Puskesmas. Oleh karena itu, ia meminta agar tidak ada yang menyetok vaksin. Setiap vaksin harus langsung diberikan ke masyarakat.
“Tidak ada stok untuk vaksin, artinya kirim habiskan, kirim habiskan,” tegas Jokowi. Namun, berapa jumlah vaksin COVID-19 sebenarnya yang dimiliki Indonesia saat ini? Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, untuk vaksin COVID-19 jadi atau siap pakai, pihaknya baru menerima sebanyak 77 juta dosis. Jumlah tersebut merupakan update per hari ini, Senin (19/7/2021). Sementara itu, berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19 sudah ada sebanyak 57.947.614 orang mendapatkan suntikan vaksin, per Minggu (18/7/2021).
Jumlah itu terdiri dari 41.673.464 vaksin dosis pertama dan 16.274.150 vaksin dosis kedua. Sehingga, jika dibandingkan data Kemenkes dan jumlah vaksin yang telah diberikan, maka jumlah vaksin yang tersisa kurang lebih 19 juta dosis. “Arahan Bapak Presiden, yang pertama terkait vaksinasi, agar nanti seluruh pemerintah daerah, TNI, dan Polri segera memanfaatkan stok yang ada di daerah-daerah sebesar 19 juta dosis ini,” ujar Menkes. Lebih lanjut Menkes mengatakan terdapat sejumlah daerah yang menahan stok vaksin untuk keperluan dosis kedua. Terkait hal tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan agar stok tersebut segera dipergunakan. “Arahan Bapak Presiden, untuk vaksinasi ini agar dipercepat. Beliau memahami bahwa stok itu ditahan di daerah-daerah sebagai cadangan suntik kedua sebesar 19 juta dan beliau meminta agar segera dihabiskan saja karena nanti akan ada dosis vaksin baru yang datang,” ujar Menkes.
Seperti disampaikan Menkes, jumlah dosis vaksin jadi yang telah didistribusikan adalah sebanyak 75 juta dosis. Hingga Jumat, 16 Juli 2021, pagi, sebanyak 56 juta dosis di antaranya telah disuntikkan, menyisakan 19 juta dosis yang harus segera disuntikkan kepada masyarakat. “Alhamdulillah sampai pagi ini sudah disuntikkan 56 juta dosis untuk 40 juta orang yang suntik pertama, sisanya suntik kedua. Jadi, dari 75 juta itu tinggal sisa di stoknya ada sekitar 19 juta dosis,” kata Menkes. Di sini Menkes menegaskan bahwa pemerintah terus mendatangkan vaksin yang dibutuhkan untuk mempercepat program vaksinasi nasional. Dengan bahan baku vaksin yang telah ada saat ini, akan dapat menambah stok vaksin jadi sebanyak 30 juta dosis pada bulan Agustus mendatang. “Kita sudah mendapatkan kedatangan bahan baku yang cukup. Insyaallah di akhir Agustus nanti akan ada tambahan lebih dari 30 juta dosis kembali,” tukas Menkes.
Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat geram dengan banyaknya stok vaksin yang masih menumpuk dan tak kunjung di berikan ke masyarakat, karena vaksin yang masuk ke RI masih timpang dengan jumlah yang sudah digunakan. “Artinya stok yang ada baik di Bio Farma maupun di Kementerian Kesehatan atau mungkin di Provinsi, di Kabupaten di kota di rumah sakit di puskesmas-puskesmas terlalu besar,” katanya. Presiden Jokowi kesal dengan stok vaksin yang menumpuk dan tak kunjung disuntikkan ke masyarakat. “Tolong dilihat betul angka-angkanya karena yang saya lihat data yang masuk, baik itu berupa vaksin jadi maupun bulk, sudah masuk ke negara kita sudah 137 juta. Padahal yang sudah disuntikkan dalam vaksinasi itu kurang lebih 54 juta,” kata Presiden Jokowi.
“Jangan ada stok lagi selain di Bio Farma, yang lain-lain cepet habisin sehingga ada kecepatan. Karena kunci menyelesaikan masalah ini adalah kecepatan vaksinasi,” ucapnya. Presiden Jokowi turut meminta Badan Intelijen Negara (BIN) untuk melanjutkan programnya yaitu vaksinasi door to door. Karena program vaksinasi tersebut dinilai dapat membantu masyarakat yang tidak bisa berpergian keluar rumah. Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk terus mempercepat pelaksanaan program vaksinasi untuk mencapai kekebalan komunal atau herd immunity dalam menghadapi pandemi Covid-19. Jokowi menginstruksikan jajaran pemerintah di daerah untuk menyuntikkan seluruh stok vaksin yang telah didistribusikan oleh pemerintah ke daerah-daerah di Tanah Air.
Revisi Target Vaksinasi
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan revisi target vaksinasi secara nasional, Selasa (13/7/2021). Mereka mengubah angka target sasaran vaksinasi menjadi 208.265.720 penduduk dari angka awal 181,5 juta orang secara nasional. Hal itu diungkapkan Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informasi Dedy Permadi dalam keterangan daring, Rabu (14/7/2021). Dedi menyebut penambahan target dilakukan dengan memasukkan anak usia 12-17 tahun sebagai target vaksinasi. Dedi mengklaim peningkatan target akan mendorong kekebalan komunal demi keluar dari pandemi COVID yang berkepanjangan. “Di saat bersamaan pemerintah terus berupaya memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat menerima vaksin termasuk penyandang disabilitas, keluarga pra-sejahtera dan penduduk di wilayah terpencil,” kata Dedy. Dedy pun mengumumkan Indonesia menerima rangkaian stok vaksin dari berbagai merk. Pertama, Indonesia menerima 1,4 juta dosis Sinopharm siap pakai, Selasa (13/7/2021).
Tiga hari kemudian, 4 juta dosis diperkirakan akan tiba di Indonesia. Vaksin Sinopharm akan digunakan untuk proyek vaksinasi gotong royong. Kemudian, pemerintah menerima 3,4 juta dosis vaksin siap pakai AstraZeneca pada Selasa (13/7/2021) malam. Vaksin ini merupakan jalur pengadaan dari fasilitas COVAX. Selain itu, pemerintah juga dijadwalkan akan menerima vaksin Moderna dalam waktu dekat. “Dalam satu minggu saja Indonesia mendapat 5 kali kiriman vaksin dari berbagai jalur kerja sama. Sehingga Indonesia mendapat tambahan 17,8 juta vaksin, menambah total vaksin yang sudah kita terima menjadi lebih dari 134 juta dosis baik dalam bentuk jadi maupun bahan baku,” kata Dedy.
Meski menerima banyak stok vaksin, tapi rencana kegiatan vaksinasi pemerintah ternyata makin amburadul. Setelah vaksinasi sempat tembus 1 juta pada Juni, konsistensi vaksinasi 1 juta per hari justru kembali tak tercapai. Berdasarkan catatan selama Juli 2021, angka dosis 1 juta vaksinasi hanya tembus pada 1, 6, 7 dan 9 Juli 2021. Itu pun tembus berbasis kumulatif yakni dosis vaksinasi tahap pertama ditambah dosis tahap kedua.
Pemerintah pun tercatat memvaksinasi kurang dari 200 ribu dosis dalam sehari di Juli ini, yakni pada 11 Juli 2021 dengan dosis pertama 73.943 dan dosis kedua sebanyak 42.018 dosis. Dosis ini, dalam catatan hingga data per 13 Juli 2021 adalah vaksinasi terendah. Data per 13 Juli 2021 ada sekitar 546.416 menerima dosis tahap 1 dan 154.530 dosis disalurkan untuk penerima tahap 2. Namun data per 14 Juli 2021 mencatat bahwa vaksinasi tembus 1.994.826 orang untuk dosis pertama dan 420.556 untuk dosis tahap kedua. Epidemiolog dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengapresiasi upaya pemerintah meningkatkan target sasaran vaksinasi. Menurut Masdalina, pemerintah sudah tepat meningkatkan target karena vaksinasi yang dipatok pemerintah belum optimal dalam mengejar kekebalan komunal. “Bagus itu karena pada penyakit yang bisa reinfeksi harusnya target di atas 85%. Bukan 70%,” kata Masdalina, Rabu (14/7/2021). Namun, Masdalina menilai target tersebut akan penuh tantangan. Ia kembali mengingatkan permasalahan program vaksinasi ada pada ketersediaan vaksin. Ia mendorong Biofarma dan BUMN farmasi lain segera memproduksi vaksin karena vaksin yang datang lebih banyak berstatus bulk dan bukan barang langsung pakai.
Sebab, tenaga lapangan sudah cukup banyak, tetapi kekurangan jumlah vaksin, apalagi banyak vaksin yang datang belum terjamin tepat waktu. “Kalau Kemenkes, TNI, Polri kan eksekutor di lapangan. Ada vaksinnya, kita suntikkan. Kalau vaksin nggak ada, ya wassalam. Seperti kata Cak Lontong ‘saya siap divaksin asal vaksinnya siap’,” kata Masdalina.Hal senada diungkapkan Epidemiolog dari Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Mohammad Bigwanto. Ia sepakat dengan penambahan target yang disampaikan pemerintah. Ia menilai, Indonesia memang perlu meningkatkan target vaksinasi dengan kondisi vaksin yang efikasinya di atas 50 persen.
“Mayoritas vaksin yang kita pakai Sinovac yang efektivitasnya sekitar 60%, jadi hitungan angka 70% populasi mungkin perlu di tingkatkan. Tambahan itu bisa menambal kemungkinan 30-40% yang sudah di vaksin Sinovac dan tidak terbentuk sistem imunnya,” kata Bigwanto. Di sini Bigwanto mengakui target yang dipasang pemerintah ambisius, apalagi beberapa waktu lalu hanya 300 ribuan. Selain itu, target vaksinasi tahap 1 dan tahap 2 yang di angka 40 juta saja tidak terpenuhi. Namun, ia melihat ada itikad baik bahwa pemerintah bersedia menyediakan vaksin untuk rakyat hingga 208 juta orang. “Ini artinya tantangan buat pemerintah untuk bisa lebih konsisten mencapai target vaksinasi harian. Sisi positifnya kalau pemerintah naikkan target ke 208 juta, paling tidak pemerintah akan menjamin ketersediaan vaksin sebanyak itu dan harusnya untuk 208 juta tersebut adalah gratis,” kata Bigwanto.
Ia memprediksi, pemerintah bisa mencapai target 208 juta jika vaksinasi berjalan di angka 500 ribu per hari, ditambah 39 juta orang sudah divaksin dalam kurun waktu 11 bulan lebih. “Itu pun baru vaksin pertama, sampai kekedua mungkin bisa tambahan 3 bulan lagi, terutama kalau yang AstraZeneca. Mungkin baru tercapai September 2022, kecuali ada usaha ekstra dari pemerintah yang selama ini sudah dikerjakan,” kata Bigwanto. Oleh karena itu, Bigwanto menyarankan pemerintah mendorong penambahan sentra vaksinasi. Ia pun memandang pemerintah perlu bekerja sama institusi, termasuk dengan swasta dalam menggenjot vaksinasi. Ia memandang pelaksanaan vaksin gotong royong bisa menjadi solusi selama perusahaan yang membayar vaksin tersebut. “Saya sangat setuju sekali dengan vaksin gotong royong, agar gak menimbulkan polemik, buat skenario seperti awal kita canangkan vaksin gotong royong, yang kita minta bayar adalah perusahaannya,” kata Bigwanto.
Sementara itu, Epidemiolog Unair Windhu Purnomo mengatakan, angka 70 persen yang dipatok pemerintah di masa lalu, yakni 181,9 juta memang tidak tepat. Idealnya untuk mencapai kekebalan komunal adalah di angka 70 persen, tetapi bukan 181,9 juta melainkan 189 juta orang yang harus divaksin. Kini, target tersebut harus direvisi akibat kemunculan varian delta yang lebih menular hampir 2 kali lipat daripada varian original COVID-19. Oleh karena itu, angka target vaksinasi harus berubah meski angka yang dipatok pemerintah tidak seratus persen sesuai hitungan epidemiologi. Kalau varian Wuhan dengan R0 3,3 itu memang cukup 70 persen untuk mencapai herd immunity, tetapi untuk varian delta itu kalau dihitung ada rumusnya 1-1/R0 itu ketemunya 84,6 persen atau 85 persen. 85 persen itu dari 270 juta itu butuh 228,5 juta orang,” kata Windhu, Rabu (14/7/2021). Namun Windhu pesimistis target ini bisa terealisasi hingga akhir 2021.
Ia beralasan, pemerintah masih ketergantungan vaksin dari luar negeri. Jika mengacu kepada data pemerintah, Indonesia baru menerima 135 juta dosis vaksin. Apabila memakai perhitungan target pemerintah, Indonesia butuh hingga 416 juta dosis vaksin. Stok vaksin yang diterima pemerintah belum mencapai setidaknya 1/3 dari kebutuhan vaksin nasional.
“Masalah kita itu menyangkut supply karena kita belum bisa memproduksi sendiri. Jadi kita masih tergantung dengan luar negeri. Sampai hari ini kita baru terima sekitar sepertiga saja dari target,” kata Windhu. Windhu pesimistis Indonesia bisa mendapatkan dosis vaksin sisanya dalam kurun waktu hingga Desember 2021 karena Indonesia masih ketergantungan pengadaan luar negeri. Di sisi lain, pengembangan vaksin dalam negeri masih membutuhkan waktu. Pengembangan vaksin Unair saja, diperkirakan baru masuk uji klinis pada 2022. Jika stok vaksin mencapai kebutuhan 416 juta dosis, pemerintah bisa mencapai Indonesia mencapai herd immunity karena tenaga vaksinator dan sistem vaksin Indonesia memadai. Selama belum memenuhi kebutuhan, maka penerapan protokol kesehatan yang ketat menjadi solusi penanganan menahan lonjakan pandemic
.
Mungkinkah Tembus 2 Juta Dosis perhari?
Bisa saja target Presiden Jokowi terealisasikan. Namun semua tersebut harus mengerahkan semua pihak dengan penerapan penangaan yang benar. “Sebenarnya bisa untuk nembus 1-2 juta per hari asal melibatkan banyak pihak juga seperti TNI, Polri serta memastikan standar vaksinasi seragam antar-daerah. Selain kontrol dan pelibatan banyak pihak, faktor lain yang harus diatensi adalah soal informasi. Pemerintah perlu melakukan kontrol terhadap informasi hoaks terkait vaksin agar masyarakat mau divaksin. Faktor tersebut dipersulit dengan stok vaksin yang terbatas dan sistem vaksinasi yang bermasalah. Selain pasokan vaksin yang kurang juga masyarakat masih cukup banyak yang ragu dengan vaksinasi dan sistem vaksinasinya yang belum seragam di setiap daerah dan kemauan pemda juga belum seragam. Untuk itu mendorong pemerintah mengambil langkah menekan hoaks dan mempererat kerja sama jika ingin vaksinasi tembus 2 juta dosis seperti yang diinginkan Presiden Jokowi.
Selanjutnya pemerintah harus konsisten dalam pelaksanaan vaksinasi. Ia menegaskan, Indonesia belum mencapai herd immunity 70 persen, sementara proses vaksinasi sejak program berjalan tidak kunjung mencapai target. Karena target herd immunity adalah 70 persen dari total populasi, sementara proses vaksinasi sangat lambat. Jika mengacu hitung-hitungan sebelum 1 juta, maka Indonesia baru mencapai kekebalan komunal dengan vaksinasi dalam kurun waktu 5 tahun. Permasalahan vaksinasi tidak hanya pada konsistensi karena ada masalah lain seperti ketersediaan vaksin di masyarakat.
Kemudian faktor lain adalah masalah kepercayaan publik yang masih tidak percaya vaksinasi atau kehadiran COVID-19. Hal ini menjadi tantangan jika pemerintah ingin mengejar vaksinasi. Selain itu, gagasan pemerintah yang membangun konsep vaksinasi massal terpusat harus dikoreksi. Pelibatan TNI-Polri penting dalam menjaga ketertiban vaksinasi. Akan tetapi, ia mengingatkan vaksinasi terpusat memicu kerumunan saat publik vaksin dan bisa saja berpotensi jadi klaster. Untuk itu inisiatif Polri guna menggunakan kantor Polsek untuk vaksinasi yang ada di tiap kelurahan adalah inisiatif yang baik.
Perlu diingatkan pula bahwa persoalan vaksinasi tidak sebatas pelaksanaan vaksinasi berbasis target. Karena justru menyoal pada hal paling esensial, yakni ketersediaan vaksin sendiri. Soalny vaksin yang hadir di Indonesia masih berbentuk bulk atau mirip adonan. Pemerintah lewat Biofarma harus mengolah, mengemas dan mendistribusikan sendiri. Proses tersebut memerlukan waktu yang tidak sedikit dengan anggaran yang besar. Sebab vaksin yang digunakan untuk menyuntik ke masyarakat tidak sebatas satu kali. Ia mencontohkan, negara punya stok vaksin sebanyak 30 juta dosis. Jika satu orang divaksin dengan dua dosis, maka hanya ada 15 juta dosis. Apabila memakai target Presiden Jokowi 2 juta per hari dengan kalkulasi vaksinasi pertama 1 juta dan vaksinasi kedua 1 juta, maka vaksin habis dalam kurun waktu 2 minggu.
Oleh karena itu, jumlah dan ketersediaan vaksin yang cukup amat penting dan diutamakan jika mengejar target dua juta. Selain itu, perlu konsistensi agar pelaksanaan vaksinasi tetap berjalan di tengah keinginan publik untuk divaksin. Jangan sampai animo masyarakat yang besar untuk divaksin, jangan sampai mumentum ini hilang. Akan tetapi, pemerintah saat ini juga harus memperhatikan kondisi lapangan di sektor kesehatan masih kewalahan akibat lonjakan kasus signifikan. Fokus pengendalian tracing, testing, dan treatment jangan sampai ditinggalkan pemerintah. Memang pemerintah sudah berusaha menekan lonjakan kasus lewat penerapan PPKM Darurat, tetapi hal yang harus diperhatikan adalah potensi lonjakan kasus selama masa diam di rumah. Karena jumlah tes akan akan turun karena warga berada di rumah dan warga akan datang ke faskes ketika sudah menderita COVID-19 dengan gejala berat. Ini yang mengkhawatirkan karena hanya akan menjadi ledakan bom waktu penderita COVID-19 berikutnya. Semoga tidak terjadi! (EKS/berbagai sumber)