mediatokotani.com – Dalam rangka menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan, serta mengantisipasi potensi krisisi pangan, Pemerintah telah mengesahkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022, tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah.
Peraturan yang ditandatangani Presiden RI Joko Widodo tanggal 24 Oktober 2022 tersebut bertujuan untuk mengatur jenis, jumlah, penyelenggaraan, serta penugasan dan pendanaan terkait Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi, mengatakan, NFA menyambut baik pengesahan Perpres CPP ini, pasalnya peraturan ini merupakan landasan bagi penguatan tata kelola dan ekosistem pangan nasional.
Untuk itu, ia menegaskan, NFA akan mengawal eksekusi dan implementasi Perpres ini secara komprehensif dan detail dari mulai penyimpanan, pemeliharaan, pemerataan stok antar wilayah, dan pelepasan stok.
“Perpres CPP ini wujud hadirnya negara melindungi ekosistem pangan dari hulu hingga hilir, dengan memberi kepastian harga di tingkat produsen (petani, peternak, dan nelayan) supaya tetap berproduksi dan kepastian harga di tingkat konsumen. Dengan memiliki cadangan pangan yang kuat, pemerintah bisa melakukan intervensi untuk mengatasi kekurangan pangan dan gejolak harga serta antisipasi kondisi unpredictable. CPP dapat dioptimalkan untuk menanggulangi kebutuhan pangan apabila terjadi bencana alam, bencana sosial, dan kedaruratan lainnya, serta bantuan pangan luar negeri,” ujar dia dalam keterangannya, Kamis, (27/10/2022).
Arief menjelaskan, Perpres Penyelenggaraan CPP ini mengatur pengelolaan 11 (sebelas) pangan pokok tertentu yang meliputi beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan. Penyelenggaraan CPP tersebut dilakukan secara bertahap, di mana pada tahap awal akan difokuskan pada komoditas beras, jagung, dan kedelai.
“Sembilan dari sebelas komoditas yang ditetapkan sebagai CPP merupakan komoditas strategis yang saat ini telah dikelola oleh NFA sesuai Perpres Nomor 66 Tahun 2021. Ada penambahan dua komoditas strategis, yaitu minyak goreng dan ikan. Selain sebelas komoditas tersebut Presiden juga dapat menetapkan jenis Pangan Pokok Tertentu lainnya sebagai CPP,” ungkap dia.
Arief mengatakan, berdasarkan peraturan tersebut NFA berperan sebagai penyelenggara CPP dengan menetapkan jumlah setiap komoditas berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri/kepala lembaga dengan mempertimbangkan produksi nasional, kondisi kedaruratan dan rawan pangan, kondisi fluktuasi harga, perjanjian kerja sama bantuan pangan internasional, dan angka kecukupan gizi yang dianjurkan.
Penetapan jumlah CPP dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun. Selain itu, NFA juga berperan menetapkan standar mutu masing-masing komoditas tersebut, target sasaran penyaluran, dan target pengadaan CPP, jelas dia.
Untuk memastikan penyelenggaraan sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik, Arief menjelaskan, dalam waktu dekat NFA akan merumuskan aturan teknis dari berbagai aspek termasuk terkait pendanaan.
“Saat ini, kami tengah berkoordinasi secara intensif bersama Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Himbara, dan BUMN pangan untuk membahas teknis pendanaan pengadaan CPP. Selain itu, kami juga akan menyiapkan aturan teknis terkait skema pengadaannya. Pendanaan CPP bersumber dari APBN dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat,” kata dia.
Adapun dari sisi Pengadaan, CPP akan dipenuhi melalui pembelian produksi dalam negeri termasuk pembelian stok BULOG dan BUMN Pangan dengan mengacu kepada Harga Acuan Pembelian (HAP) atau Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan NFA.
“Apabila harga komoditas di bawah HAP atau HPP maka pembelikan dilakukan mengacu pada HAP dan HPP, sedangkan apabila sebaliknya akan diberikan fleksibilitas harga dengan jangka waktu tertentu. Hal ini sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap petani, peternak, nelayan, dan konsumen,” terangnya.
Lebih lanjut, Arief menjelaskan, dalam penyelenggaraan CPP, NFA akan mengoptimalkan peran Bulog dan BUMN yang bergerak di bidang pangan, serta berkoordinasi dengan swasta dan asosiasi dalam penatakelolaan pangan nasional yang komprehensif.
“Khusus penyelenggaraan CPP tahap pertama meliputi beras, jagung, dan kedelai, pemerintah menugaskan Bulog. Melalui Perpres ini, Bulog juga dapat melakukan penyaluran CPP untuk kebutuhan masyarakat berpendapatan rendah untuk beras, industri pakan ternak untuk jagung, pengrajin tahu dan tempe untuk kedelai, dan kebutuhan lainnya sesuai penugasan,” ungkapnya.
Arief mengatakan, sebagai percepatan, secara paralel pihaknya terus memperkuat koordinasi dengan berbagai stakeholderpangan agar aturan teknis dapat segera disiapkan sehingga Perpres dapat mulai diimplementasikan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Upaya implementasi CPP ini sejalan dengan arahan Presiden RI untuk memastikan stabilitas ketersediaan dan harga pangan di seluruh Indonesia, serta mendorong peningkatan produksi, menjamin ketercukupan pangan dalam negeri, dan sekaligus memberikan kontribusi bagi kecukupan pangan dunia.
Baca Juga: Kementan Masifkan Penggunaan Pupuk Organik Tingkatkan Produktivitas