JAKARTA, KOMPAS.com – Tak pernah terpikir sebelumnya, petani yang kesehariannya di sawah memegang cangkul bisa diajak komunikasi secara virtual lewat acara webinar. Mereka berdiskusi dan berinteraksi satu sama lain membahas tentang teknologi dan budidaya pertanian memanfaatkan smartphone.
“Jangan dikira petani itu kuno. Mereka sudah punya smartphone dan juga main Facebook,” ujar Brand Activation and Herbicides Brand Manager Syngenta Indonesia Ade Supyan, lewat video konferensi dengan Kompas.com, Rabu (7/10/2020).
Para petani yang disebutkan Ade bisa dilihat secara langsung interaksinya lewat dua laman grup Facebook milik Syngenta, yaitu Webinar Petani Maju Indonesia yang kini diikuti lebih dari 6.000 anggota dan Komunitas Petani Jagung NK yang beranggotakan 24.000 orang. Kebanyakan dari mereka bermata pencaharian sebagai petani dari Sabang sampai Merauke.
Oleh Syngenta, grup Facebook memang difungsikan sebagai tempat sharing ilmu pertanian. Hampir tiap hari, grup itu diisi kegiatan webinar dengan narasumber para agronomis dan pakar di bidang pertanian.
Adapun beberapa contoh tema yang diangkat adalah “Semangka Sehat Petani Bahagia” dan “Solusi Jitu Mengatasi Gulma”.
“Cara ini kami pakai agar tidak kehilangan engagement dengan petani (di masa pandemi). Yang paling penting, (dengan cara komunikasi seperti ini) petani tidak merasa kehilangan rekan kerja,” tambah Ade lagi.
Di Indonesia, interaksi dan komunikasi yang dilakukan lewat platform digital seperti itu memang masih menjadi hal baru.
Sebelumnya, pihak perusahaan melakukan kegiatan tatap muka secara langsung untuk berinteraksi dengan petani yang menjadi rekan.
Namun, cara-cara komunikasi konvensional yang berpotensi mengumpulkan banyak orang harus dihindari selama masa pandemi untuk penerapan physical distancing.
Padahal, cara komunikasi secara langsung dianggap paling efektif untuk menjangkau petani yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk petani yang berada di daerah terpencil.
Sebagai gantinya, mereka menggunakan platform digital, seperti Facebook, Zoom, dan WhatsApp untuk menjangkau petani.
Ade bercerita, Syngenta Indonesia menggunakan strategi komunikasi tradisional below the line untuk memasarkan produk dan menjangkau petani, seperti acara ekspo, Farmers Field Day, pertemuan pertanian tatap muka, dan melakukan demo plot skala besar sebelum pandemi.
“Bisa dikatakan 100 persen (kegiatan dilakukan tatap muka). Kami bertemu langsung setiap hari dengan petani. Bisa ratusan ribu petani yang agronomis kami temui setiap hari di lapangan,” ucap Ade.
Praktis dengan adanya Covid-19, semua strategi komunikasi itu tidak bisa dilakukan. Syngenta kemudian mengubah pendekatan komunikasinya menjadi berbasis teknologi digital. Namun, proses transformasi itu bukan tanpa kendala. Ada beberapa tantangan yang harus Syngenta hadapi.
Pertama adalah adopsi teknologi komunikasi digital di tim internal Syngenta. Karena ternyata masih ada yang belum terlalu paham dengan teknologi komunikasi digital dan cara berkomunikasinya.
Untuk itu, di masa awal pandemi, Syngenta Indonesia lebih banyak melakukan perubahan di internal. Mulai dari cara menggunakan platform digital hingga menyesuaikan protokol komunikasi yang digunakan.
Pasalnya, menurut Business Sustainability Manager Syngenta Indonesia Mirna Mutiara, protokol komunikasi ketika bertemu langsung dan digital cukup berbeda. Di ranah digital, informasi yang diberikan tidak hanya diakses oleh petani saja, tapi juga bisa dilihat oleh semua kalangan, termasuk pemerintah, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat.
Setelah itu, barulah mereka mulai melakukan edukasi kepada para petani. Lewat ratusan agronomis di lapangan, Syngenta memberikan edukasi langsung kepada petani tentang platform komunikasi digital yang digunakan.
“Mereka (petani) kami ajarkan dari dasar bagaimana cara connect ke Zoom dan platform lain. Nanti dari satu, petani ini diharapkan bisa menggulirkan informasi yang didapat ke petani-petani lain,” ujar Mirna.
Tantangan berikutnya adalah memilih platform yang tepat untuk menyampaikan informasi kepada petani. Untuk itu, Syngenta berusaha menghilangkan pandangan tentang petani yang tidak paham teknologi.
Sebaliknya, Syngenta harus mencari hal-hal yang paling relevan dengan petani sehingga mereka tertarik untuk mencoba teknologi digital.
Dengan sudut pandang itulah, laman grup Facebook Webinar Petani Maju Indonesia dan Komunitas Petani Jagung NK mulai dikembangkan. Syngenta mencoba memberikan edukasi seputar praktik pertanian yang baik, meningkatkan hasil panen, dan juga keterampilan manajemen agronomi dalam penggunaan produk perlindungan tanaman.
Bahkan, mereka juga membuka layanan call center lewat WhatsApp yang bisa digunakan petani untuk bertanya lebih jauh mengenai produk Syngenta atau masalah pertanian, seperti hama atau penyakit tanaman. Layanan ini bisa diakses kapanpun.
“Petani tinggal foto tanamannya, lalu kirim ke kami untuk tanya solusinya. Kami kumpulkan ahli-ahli di Syngenta. Mereka identifikasi masalahnya apa, kemudian ahli kami memberikan solusinya. Setelah itu, kami kirim kembali jawaban tersebut ke petani yang bertanya,” terang Ade.
Ade juga memaparkan, bila pertanyaan atau masalah yang ditemui petani dianggap bisa menjadi pembelajaran petani lain, pihak Syngenta tak sungkan membahasnya lebih dalam pada webinar. Dengan begitu, petani se-Nusantara bisa ikut berdiskusi soal itu.
Ternyata, langkah Syngenta itu mendapat sambutan baik dari para petani. Hal tersebut terbukti dari antusiasme petani dalam menanggapi informasi yang diberikan melalui webinar di Zoom dan Facebook.
Pertanyaan-pertanyaan seputar materi webinar terus berdatangan lewat kolom komentar, meskipun acara sudah selesai. Pihak Syngenta menjelaskan, laman Facebook itu kini tak ubahnya seperti buku digital yang bisa terus-menerus diakses oleh petani.
Meluncurkan produk dan teknologi baru
Tak hanya memberikan edukasi, Syngenta Indonesia juga memanfaatkan aplikasi Zoom untuk menggelar acara perilisan teknologi dan produk terbaru mereka secara virtual.
Tak tanggung-tanggung, selama pandemi atau kurang lebih enam bulan terakhir, Syngenta telah meluncurkan dua teknologi perlindungan tanaman dan dua jenis benih jagung baru.
Menurut Ade, keputusan Syngenta untuk berani meluncurkan produk baru di masa pandemi didasarkan pada kepedulian terhadap nasib petani agar pekerjaan mereka tetap bisa berjalan dengan baik.
“Kalau kami menunda launching karena pandemi, petani akan kehilangan satu musim untuk menerapkan teknologi kami,” papar Ade.
Kehilangan satu musim bagi petani, kata Ade, bisa berarti kerugian yang besar. Kegagalan bercocok tanam bisa berdampak pada penghasilan mereka.
“Profesi petani itu unik. Tak ada petani yang gagal lantas berhenti (menjadi petani). Mereka pasti coba lagi, gagal lagi, tapi mencoba terus di musim berikutnya. Di sini, peran Syngenta sangat diperlukan,” ujar Ade.
Oleh karena itu, perilisan virtual dianggap pihak Syngenta sebagai langkah yang harus dilakukan sebagai rekan petani.
“Intinya, kami tidak mau menunda apa yang sudah kami dapatkan, segera kami sampaikan kepada petani, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun,” imbuhnya.
Adapun dua teknologi perlindungan tanaman itu, yakni Touchdown Neo dan Orondis Opti. Touchdown Neo merupakan teknologi di kategori herbisida yang dapat membantu petani mengatasi tantangan dalam pengelolaan gulma karena kekurangan tenaga kerja dan efisiensi biaya.
Sementara itu, Orondis Opti adalah teknologi terbaru dalam kategori fungisida untuk pengendalian penyakit phytophthora pada tanaman tomat dan embun bulu pada tanaman mentimun. Teknologi Ini menjadi solusi untuk para petani tomat dan mentimun dalam menjaga hasil dan kualitas panen sehingga bisa lebih diterima oleh pasar.
Kemudian, dua benih jagung hibrida yang baru dirilis adalah NK Super dan NK Juara. Peluncuran kedua benih tersebut menjadi langkah nyata Syngenta Indonesia dalam mendukung upaya pemerintah menjaga ketahanan pangan, menjadi salah satu negara lumbung jagung dunia, dan negara pengekspor jagung.
Dengan potensi produksi lebih dari 12 ton per hektar dan teknologi genetik baru yang lebih tahan terhadap penyakit Bulai dan Busuk Batang, kedua hibrida ini dapat menjawab permasalahan petani jagung Indonesia untuk meningkatkan produksi dan pendapatan mereka.
Menurut Ade, kegiatan perilisan secara virtual juga memberi warna sendiri bagi keberlangsungan bisnis Syngenta Indonesia dan menjadi pengalaman tak terlupakan.
“Kapan lagi kami bisa melakukan perilisan dengan peserta Zoom, petani dari seluruh Indonesia langsung. Mereka bisa mengikuti acara sembari rehat di pinggiran sawahnya. Kami merasa peluncuran produk kali ini begitu emosional,” ujarnya.
Memberikan dampak positif
Transformasi komunikasi digital yang dilakukan Syngenta Indonesia untuk petani di masa pandemi ternyata mampu memberikan dampak nyata dan positif dalam menjaga kesinambungan akses pendidikan dan pembelajaran bagi petani.
Lebih jauh, Syngenta Indonesia percaya pemanfaatan teknologi komunikasi digital di sektor pertanian akan terus berlanjut, bahkan ketika pandemi sudah usai.
Pasalnya, menurut Presiden Direktur Syngenta Indonesia Parveen Kathuria, pandemi membuka mata banyak orang bahwa teknologi memiliki banyak manfaat.
Menurut Parveen, transformasi teknologi merupakan hal positif yang muncul di tengah krisis. Meski begitu, peran komunikasi tatap muka dengan para petani tidak bisa tergantikan.
“Tentu saja perusahaan kami mendapat banyak manfaat dari teknologi. Tapi, itu bukan berarti bahwa teknologi digital menjadi satu-satunya cara. Kombinasi dari tatap muka dan teknologi mungkin menjadi cara terbaik daripada hanya menggunakan salah satunya,” ucap Parveen kepada Kompas.com, Rabu (14/10/2020).
Ke depannya, Syngenta Indonesia berkomitmen akan terus menghadirkan inovasi-inovasi di sektor pertanian dan terus mendampingi petani Indonesia.
Parveen menjelaskan, Syngenta telah hadir di Indonesia selama kurang lebih 70 tahun dan telah melakukan berbagai investasi, seperti mendirikan pabrik dan pusat riset. Selama itu pula, Syngenta telah mengamati dan mempelajari potensi agrikultur yang dimiliki Indonesia.
“Indonesia memiliki potensi untuk menjadi penghasil beras, jagung, kelapa sawit besar. Menurut saya, Indonesia juga punya peran penting di sektor agrikultur dunia. Karena itu, Syngenta akan terus berinvestasi di Indonesia,” ujar Parveen.
Namun, dalam prosesnya, Syngenta tidak bisa bergerak sendiri. Dibutuhkan partisipasi dan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah. Misalnya, dengan menyediakan infrastruktur telekomunikasi yang memadai agar lebih mudah menjangkau petani di berbagai daerah.
Selain itu, tingkat literasi digital para petani juga menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus diselesaikan. Sebab, tingkat literasi digital berperan penting untuk mendukung proses adopsi teknologi dan transformasi digital di sektor pertanian.